PEMPEK KOKOM. Bicara kuliner legendaris tak harus berkonotasi enak. Legendaris biasanya lebih kepada sudah sejak lama ada. Satu kuliner legendaris di bilangan Rawamangun, namanya Pempek Kokom. Saat masih SD, tak jauh dari saat bersekolah, kuliner ini sudah ada. Biasa mangkal dengan gerobak di depan Jl. Kusen IV. Tepatnya di ujung Jalan Kusen IV, depan Pasar Ampera.
Sebenarnya, makanan ini lebih tepat dinamakan model. Sekilas mirip pempek, tapi ada bedanya. Pempek dan model sama bahan bakunya. Kuah Pempek dengan cuka. Model memakai kuah lebih bening.
model isi tahu
model isi telor
Jadi agak aneh bila dibilang Model Kokom. Bisa missleading nanti. Pempek Kokom sendiri sudah ada sejak tahun 1970-an. Bayangkan, dari saya belum akil baligh hingga mau dapat mantu, kuliner ini tetap bertahan di tengah gempuran warung makan yang menjajakan makanan sejenis. Sang pemilik nama, Kang Kokom belum lama ini wafat. Adiknya, Kang Jailani yang tetap bertahan mangkal di depan Jl. Kusen. Tak jauh dari rumahnya. Buka sore hari sekitar jam 5 sore hingga sekitar jam 10 malam. Sedangkan saudaranya yang satu lagi, yang biasa berkeliling dengan gerobak cokelatnya, memilih pulang kampung.
Saat itu, tahun 70-80an, pempek merupakan makanan yang jarang dijumpai. Nah, apalagi kalau dibilang model. Jadi makanan ini termasuk kuliner langka, khususnya di bilangan Jakarta Timur. Jarang ada tempat yang khusus menjajakan makanan ini. Jadi tak heran, bila Pempek Kokom menjadi terkenal saat itu.
Ada dua jenis pempek, eh model, yang dijajakan, isi telor dan isi tahu. Harga seporsi 12 ribu. Bila ingin makan ditempat, biasanya duduk di kursi di depan portal yang ditutup. Sambil melihat Mikrolet M04 lalu lalang di depannya. Jadi saat saya makan, sebenarnya lebih kepada nostalgia.
Pagi buta sekali, kereta yang kami tumpangi, KA Sembrani, tiba di Stasiun Pasar Turi, Surabaya pukul 4 pagi. Setelah Shalat Subuh, kami mencoba mencari sarapan. Tapi, sarapan apa yang buka di pagi hari? Jam 5 pagi di Surabaya sudah terang benderang.
Satu urusan membuat saya harus kembali ke Jombang. Jombang, merupakan kota kelahiran ayahdanda. Saat waktu makan siang, kami mencoba satu masakan khas Jawa Timur, yaitu pecel. kami pun menyambangi Pecel Pincuk Bu Ama, yang terletak di Jalan Wahab Hasbullah 29, Sambong, Jombang. Warung ini persis di pinggir jalan raya
Satu kebiasaan dari keponakan saya ialah mencoba kuliner yang sedang hits atau viral di Jakarta. Nah, kami mencoba satu kuliner yang saat ini sedang viral di Jakarta. Nama warung makan inu sebenarnya: Warung Gaul Ibu Ros. Berbentuk warung tenda kaki lima. Biasa para pengunjung menyebutnya: Ayam Goreng Gohyong Malaya.