Message of Monday – Senin, 22 Maret 2021 Kecuali Cinta, Sediakan Selalu Ruang Kosong Oleh: Sonny Wibisono *
“In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes.” -- Benjamin Franklin, politisi Amerika, 1706-1790
Ada satu kejadian menarik saat Tim Indonesia dipaksa mundur dari pagelaran All England 2021. Mereka tak hanya tak boleh bertanding oleh Panitia All England, tapi juga sempat diusir dari arena pertandingan dan diminta balik ke hotel. Ada hal yang tak bisa diduga, yaitu mereka harus berjalan kaki menuju hotel karena pihak panitia tak mau mengantar mereka ke hotel. Para atlet dan ofisial tentu tak bisa disalahkan dalam hal ini. Saya percaya para atlet dan ofisial tidak kekurangan uang, bahkan bisa jadi mereka mendapat uang sangu. Saat ke arena pertandingan, mereka hanya membawa perlengkapan olahraga dan keperluan lainnya yang terkait. Tapi membawa uang? Pilihannya balik ke hotel adalah naik moda transportasi, yang pastinya dibutuhkan uang atau dengan berjalan kaki. Untungnya tak begitu jauh antara hotel dan tempat bertanding. Lagipula tak jadi soal dengan para atlet yang telah terbiasa berolahraga.
Sebenarnya, tim Indonesia termasuk ofisial telah mengikuti protokol kesehatan dan telah melakukan Swab PCR H-1 sebelum keberangkatan. Hasilnya negatif semua. Nah, bila dirunut lagi dari awal, tim Indonesia menggunakan pesawat komersial Turkish Airlines. Itu artinya, tim Indonesia satu pesawat dengan penumpang dari berbagai belahan dunia. Tim Indonesia dapat menjamin hasil test SWAB negatif, tapi bagaimana dengan penumpang lain? Tak ada jaminan di pesawat tersebut tak ada penumpang yang dinyatakan covid atau para ofisial dan tim tidak tertular covid dari penumpang lain. Faktanya, itulah yang terjadi. Ada penumpang lain yang dinyatakan covid di penerbangan. Walau diberitakan penerbangan tersebut sebelumnya telah melaksanakan protokol kesehatan secara ketat.
Perlu diingat, bahwa tim yang diberangkatkan ke All England membawa nama besar negara. Ada pertanyaan dari seorang pengamat, mengapa tidak mencharter saja pesawat khusus ke Inggris khusus berisi tim Indonesia saja? Bila mencharter pesawat khusus, tentu tak ada cerita tim kita diusir dari All England. Rasanya, tak sulit mencari sponsor, bila ada kendala soal dana keberangkatan, apalagi tujuan keberangkatan tim untuk mengharumkan nama bangsa. So, yang ingin saya garis bawahi disini, anything can be happened.
Saya teringat dengan cerita keponakan saya. Ia bersama temannya makan di rumah makan. Sang keponakan dan temannya sama-sama berasumsi bahwa satu diantara mereka membawa uang. Nyatanya, keduanya tidak membawa uang tunai. Kartu debit pun tak ada. Maklum masih anak SMA. Baru setelah selesai makan, mereka tersadar. Sang ponakan akhirnya memanggil ibunya untuk segera datang membayar tagihan.
Saya sendiri saat ke rumah makan dari awal sudah merencanakan harus membayar dengan tunai atau kartu debit. Saat diputuskan dengan kartu debit, bukan berarti saya tidak membawa uang tunai sama sekali. Walau tidak banyak, tapi saya pastikan uang tersebut cukup. Pernah saat saya pesan makanan cepat saji melalui drive-thru, kartu debit tak bisa digesek dengan alasan error. Sementara kartu debit yang lain juga tidak bisa entah karena apa. Sebenarnya tak masalah juga kalau tidak jadi makan. Toh, via drive-thru. Akhirnya saya memang membayar tunai. Nah, bagaimana bila itu kejadian di restoran dimana kita sudah makan seperti yang dialami oleh ponakan. Jadi, bukannya sombong, tak pernah ada kejadian saya harus meninggalkan KTP di rumah makan bila tak ada uang di dompet.
Kejadian-kejadian ini memberi hikmah kepada kita bahwa jangan terlalu percaya pada suatu sistem yang telah berjalan. Tetap harus ada reserve walau hanya satu persen sekalipun. Istilahnya, selalu sediakan ruang kosong. Tak peduli bila sistem tersebut dikatakan telah teruji dengan baik bahkan melalui uji-coba sekalipun. Bahasa kerennya: don’t take for the granted. Selama masih ada faktor manusia didalamnya yang terlibat, jangan mempercayai secara mentah-mentah sistem tersebut. Apalagi, nah ini, bila risiko yang ditanggung ternyata lebih besar dibandingkan dengan upaya untuk sedikit saja lebih teliti.
Seharusnya kita mulai terbiasa dengan empat hingga lima langkah ke depan dalam merencanakan segala hal. Atau, jangan-jangan memang kita terbiasa dengan kondisi bagaimana nanti saja. Jika kita melakukan perencanaan dengan begitu kompleks, maka apapun yang terjadi solusinya menjadi sederhana. Sebaliknya, bila perencanaan dilakukan secara sederhana, maka solusinya bisa menjadi kompleks. Bisa-bisa trial and error, coba-coba sampai berhasil.
Lantas apa reward terbesar bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan? Karena kejadian telah diprediksi, kita tidak panik, tenang menghadapi persoalan, itulah reward terbesar. Nah, mulai saat ini, seperti orang bijak bilang, kecuali cinta, biasakan sediakan ruang kosong. Karena cinta soal hati, lain dari itu soal teknis.
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Bulan Desember identik dengan berbagai hal. Seperti peringatan Natal, musim dingin, atau perayaan tahun baru. Apa lagi? Tak hanya itu, Desember konon surganya bagi para konsumen untuk berbelanja dengan harga murah. Mengapa?
Tahun 2023 baru saja kita songsong dengan penuh keyakinan. Walau begitu, ada beberapa nada sumbang terdengar dalam menyambut tahun baru ini. Beberapa pengamat meramalkan bahwa perekonomian global di tahun 2023 akan terasa gelap. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam satu orasi ilmiah mengatakan setidaknya ada 4 faktor penyebab ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.