Message of Monday – Senin, 28 Maret 2022 Satu Anugerah Terindah Oleh: Sonny Wibisono *
“Satu hadiah yang bisa kamu berikan kepada diri sendiri adalah memaafkan.” -- Maya Angelou, penulis puisi dan skenario keturunan Afrika-Amerika
Pertemuan saya dengannya sebenarnya hanya masalah biasa. Pasien yang berkunjung ke seorang dokter. Saat itu saya mengalami gejala pusing sehingga mata perlu diperiksa. Pikir saya waktu itu mungkin minus bertambah. Oh ya, itu tahun 1996. Dokter yang saya temui itu bernama Dokter Kadarisman. Sehari-hari ia berprofesi sebagai dokter mata. Praktiknya di daerah Rawamangun. Tepatnya di samping RM Sate Blora, Rawamangun. Dari percakapan dan diskusi pada akhirnya saya mengetahui profil sang dokter tersebut.
Ada satu kelebihan yang ia miliki. Ia dapat membantu orang yang mengalami masalah keluarga sekompleks apapun. Tak hanya soal konsultasi, ia juga dapat mengobati seseorang yang terkena ilmu hitam. Bahasa sederhananya, terkena santet. Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk konsultasi dan penyembuhan tersebut? Gratis. Alias cuma-cuma. Bila ingin menyumbang, ia menyarankan agar menyerahkan ke panti asuhan yang tak jauh dari rumahnya. Tak ada batasan minimal rupiah yang harus dikeluarkan. Seiklasnya. Tak menyumbang juga tak apa-apa.
Profesinya memang dokter mata, tapi itu tak menghalangi untuk berbagi dan menolong terhadap sesamanya. Dulu media sosial belum ada. Internet pun terbatas. Bila saat itu media sosial sudah ada, mungkin ia sudah setenar Rara Si Pawang Hujan seperti saat ini. Bila ngeh, sebenarnya profil sang dokter sudah dimuat diberbagai surat kabar saat itu. Ia pernah menunjukkan kliping guntingan koran yang memuat profil dirinya.
Nah, ada satu kisah menarik yang ia ceritakan, yang hingga kini saya masih mengingatnya. Satu hari, sang dokter kedatangan seorang ibu beserta putranya yang telah paruh baya. Kaki sang anak dalam keadaan lumpuh. Entah apa penyebabnya. Kondisi itu menyebabkan sang anak harus berada di kursi roda. Tujuan mereka sesungguhnya ingin menanyakan seputar masalah keluarga. Tetapi begitu tiba di ruang praktik, sebelum menyampaikan keluhannya, sang dokter mengatakan bahwa ada sesuatu yang tak beres pada si anak. Menurut sang dokter, putranya pernah mempunyai kesalahan yang membuat ibunya sakit hati.
Tentu saja sang anak bingung. Sang ibu sami mawon sama bingungnya, dimana tahu-tahu diungkit kejadian masa lalu. Sang anak mencoba mengingatnya, tapi gagal. Akhirnya, sang ibu mengakui dulu pernah tergores hatinya oleh tindakan anaknya. Hal itu terus membekas menjadi luka batin, hingga teringat kembali saat itu juga.
Sang anak pun sadar akan kekilafannya. Ia menyesal dan menangis. Dengan susah payah, sang anak berusaha bangkit dari kursi rodanya untuk bersimpuh di hadapan kaki ibunya meminta maaf. Dengan berlinang air mata, ibunya secara tulus memaafkan kesalahan putranya di masa lampau. Secara refleks, sang ibu mencoba mengangkat putranya untuk berdiri dan memeluknya. Tapi sungguh ajaib, seketika itu juga sang anak dapat berdiri tanpa dibantu lagi oleh kursi roda.
Bicara cinta, kasih sayang, dan saling memaafkan memang menyenangkan dan tak ada habisnya. Sebaliknya, bila kita bicara soal kebencian, tak ada yang indah sedikitpun. Tak hanya kepada orang lain, lebih-lebih terhadap keluarga sendiripun. Saat kita menuruti ego, yang timbul di permukaan hanyalah amarah semata. Sejarah selalu mencatat, dalam perjalanan kehidupan peradaban manusia, semakin kita berhasil dalam mengendalikan ego, maka semakin kita dapat mengendalikan masa depan kita.
Contoh konkret ialah Nelson Mandela. Semua orang tahu siapa Mandela. Karena politik apartheid, Mandela dijatuhi hukuman 27 tahun penjara di Pulau Robben. Saat dibebaskan Februari 1990, Mandela langsung melakukan proses rekonsiliasi dengan semua lawan politiknya. Setelah menjadi orang nomor satu di negerinya, Mandela bisa saja membalas sakit hatinya pada lawan-lawan politiknya, tapi itu tidak ia lakukan.
Maka tak heran, Afrika Selatan sukses besar saat mengadakan Piala Dunia di negaranya pada tahun 2010. Warga kulit putih dan hitam bahu membahu mensukseskan acara ini. Kita tak bisa mengesampingkan fakta bahwa Afrika Selatan seperti saat ini berkat kebesaran hati seorang Mandela. Bila Mandela tak memaafkan lawan-lawan politiknya saat itu, entahlah apa jadinya Afrika Selatan saat ini.
Seorang penyair kenamaan, Robert Browning mengatakan, “Baik untuk memaafkan, lebih baik lagi untuk melupakan.” Itulah yang dilakukan Mandela. Ah, mudah sekali mengatakan: maafkan dan lupakan saja. Pada kenyataannya, hal itu sulit dilakukan. Lantas, bagaimana agar kita mudah memaafkan seseorang? Ingat, ini yang utama, lupakanlah semua kebaikan yang pernah Anda lakukan kepada orang lain, dan ingatlah hanya kebaikan yang orang lain lakukan kepada Anda.
Kita acap kali mengingat kebaikan diri kita sendiri, tapi sering kali lupa kebaikan yang orang lakukan terhadap kita. Sering-sering mengingat orang-orang yang pernah kita bantu, justeru membuat kita lebih sakit hati. Sekarang, paradigma berpikir itu harus dibalik. Sebaliknya yang harus kita lakukan. Ingat-ingat terus kebaikan yang orang lakukan terhadap kita.
Lalu, pikirkan sedetik saja, apa sih untungnya bila kita tidak mau memaafkan. Saat kita membencinya, jangan-jangan ia tertawa bahagia bersama keluarganya. Dimanapun juga di dunia ini, orang yang memberi lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang menerima. Berbagai penelitian pun telah membuktikan bahwa dengan memaafkan, membuat seseorang menjadi lebih bahagia.
Banyak orang mengatakan bahwa satu anugerah terindah yang Tuhan berikan kepada kita ialah cinta. Ada yang terlupakan. Bahwa kelapangan hati merupakan satu anugerah terindah lainnya yang Tuhan berikan. Kelapangan hati, termasuk memaafkan. Karena tak semua orang memiliki hati yang lapang.
Nah, bagi umat muslim, sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan. Bulan penuh berkah dan keagungan. Inilah momentum yang tepat untuk saling membersihkan diri dari segala kilaf dan dosa. Momentum ini sejatinya dapat digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk saling memaafkan dan menghormati. Agar ke depan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Selamat menyambut bulan suci Ramadhan. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Mohon maaf lahir dan batin.
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Bulan Desember identik dengan berbagai hal. Seperti peringatan Natal, musim dingin, atau perayaan tahun baru. Apa lagi? Tak hanya itu, Desember konon surganya bagi para konsumen untuk berbelanja dengan harga murah. Mengapa?
Tahun 2023 baru saja kita songsong dengan penuh keyakinan. Walau begitu, ada beberapa nada sumbang terdengar dalam menyambut tahun baru ini. Beberapa pengamat meramalkan bahwa perekonomian global di tahun 2023 akan terasa gelap. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam satu orasi ilmiah mengatakan setidaknya ada 4 faktor penyebab ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.