/ Satu Musuh Kebanyakan, Sejuta Kawan Dirasa Kurang
Satu Musuh Kebanyakan, Sejuta Kawan Dirasa Kurang
Message of Monday – Senin, 1 Nopember 2021 Satu Musuh Kebanyakan, Sejuta Kawan Dirasa Kurang Oleh: Sonny Wibisono *
"Kita harus belajar untuk hidup bersama sebagai saudara atau binasa bersama sebagai orang bodoh." -- Martin Luther King, Jr.
Isu di negeri ini datang silih berganti. Satu masalah belum selesai, timbul masalah lain. Begitu seterusnya. Energi nasional seakan dirongrong untuk hal-hal yang tak berguna.
Para elit politik yang seharusnya membuat situasi bangsa ini menjadi sejuk, malah sebaliknya. Mereka tak hanya menyerang kinerja lawan politiknya, tapi juga ke ranah personal. Masalah menjadi runyam ketika ranah personal yang dipermasalahkan ternyata tidak benar.
Saling sikut. Saling serang. Mencari celah lawan sekecil mungkin. Tak peduli soal kinerja atau domain privat. Bila satu jatuh tersungkur, yang lain bersorak gembira. Halah, kenapa jadi bicara politik. Basi banget.
Kerjasama dalam politik memang tak menjamin segala sesuatunya dapat berjalan mulus. Karena kerjasama dalam dunia politik diciptakan untuk tujuan politis, demi melanggengkan kekuasaan. Berbeda bila kerjasama yang dilakukan untuk kepentingan murni masyarakat luas. Pemeo lama mungkin ada benarnya. Tak ada kawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi.
Pertemanan memang sedapat mungkin harus mencakup semua lapisan masyarakat. Ibarat kata, sejuta kawan dirasakan kurang, satu lawan pun sudah kebanyakan. Tentu saja pertemanan kerjasama dengan tujuan yang baik dan bermanfaat.
Sejatinya, tak ada yang salah bila kita membangun kerjasama dan hubungan dengan semua pihak. Masalahnya mungkin saja, untuk tujuan apa kerjasama tersebut dibangun. Untuk kepentingan segelintir orang? kepentingan kelompok tertentu? atau kepentingan yang lebih luas lagi, untuk bangsa dan negara?
Terlihat bahwa sebagian masyarakat skeptis bahwa manuver politik yang dilakukan oleh elit politik saat ini dilakukan untuk kepentingan orang banyak. Jangan salahkan masyarakat bila berpikir demikian.
Di media massa, terlihat bahwa mereka saling menyerang dan mengkritik satu sama lain. Inilah yang membuat masyarakat kita semakin acuh tak acuh terhadap isu politik yang sehari-hari mereka dengar, lihat, dan baca.
Bila kita melihat kepentingan orang-orang sudah berbeda, nah, apakah mungkin suatu kerjasama antar elit politik dilakukan demi kepentingan masyarakat umum?
Marilah kita tengok kisah yang terjadi di negeri Paman Sam. Saat Obama terpilih menjadi Presiden, ia mengambil opsi Hillary Clinton, lawan politik terberatnya dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat, sebagai jabatan menteri luar negeri. Mengapa Obama melakukan hal itu? Ahli sejarah Amerika, Doris Kearns Goodwin mengatakan dengan orang yang memiliki perspektif berbeda, Obama akan menyerap pandangan-pandangan berbeda dan memperkuat kemampuan berbicara penuh empati. Rintangannya tentu saja bahwa hal itu tak menjamin tidak akan melemahkan kerjasama tim.
Obama juga mengikuti jejak terdahulunya, Abraham Lincoln. Lincoln menggandeng para mantan rivalnya menjadi anggota dalam pemerintahannya. Ketika Lincoln muai memerintah tahun 1861, saat negara-negara bagian di selatan AS menyatakan Perang Saudara, Lincoln malah menunjuk ‘musuh’ beratnya, Edwin Stanton, sebagai menteri perang. Stanton pernah menghina Lincoln. Salmon Chase, pengkritik berat Lincoln dari Partai Republik, juga diangkat sebagai menteri keuangan oleh Lincoln.
Orang bisa saja mengatakan, itu kan di negara lain, disini mustahil dilakukan. Begitukah? Sebaliknya, saya merasa optimis tak ada yang yang tak mungkin. Sejarah telah membuktikan bahwa kita sejatinya merupakan bangsa kuat, kokoh dan berwawasan visioner dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Para pemuda Indonesia pernah menyatukan tekadnya demi kejayaan Indonesia dalam suatu momentum yang dikenal dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Ya, tiap tahun kita memperingatinya. Saat ini kita masih dalam suasana memperingatinya. Inilah momentum yang tepat menyongsong Indonesia yang lebih baik lagi.
Mari kita doakan para elit politik di negeri ini dapat duduk bersama dan memikirkan hal yang lebih besar lagi bagi kepentingan bangsa dan negara. Bila itu dilakukan, tentu saja sebagian besar masalah bangsa ini dapat diatasi, atau setidaknya, memberikan jalan yang mudah dalam mencari solusinya. Semoga.
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Bulan Desember identik dengan berbagai hal. Seperti peringatan Natal, musim dingin, atau perayaan tahun baru. Apa lagi? Tak hanya itu, Desember konon surganya bagi para konsumen untuk berbelanja dengan harga murah. Mengapa?
Tahun 2023 baru saja kita songsong dengan penuh keyakinan. Walau begitu, ada beberapa nada sumbang terdengar dalam menyambut tahun baru ini. Beberapa pengamat meramalkan bahwa perekonomian global di tahun 2023 akan terasa gelap. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam satu orasi ilmiah mengatakan setidaknya ada 4 faktor penyebab ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.