a a a a a a a a a a a a a a a
Logo Header
Message Of Monday

Message Of Monday

Home /
/ Setelah Tergusur
Setelah Tergusur

Setelah Tergusur

Message of Monday – Senin, 28 Nopember 2022
Setelah Tergusur
Oleh: Sonny Wibisono *

"Berusaha, gagal, berusaha, gagal, berusaha dan sukses. Hanya itu lika-liku seorang wirausahawan."
-- Anonim

Dalam perjalan pulang ke rumah, ada pemandangan tak biasa saat saya menyusuri jalan melewati RS Duren Sawit dalam beberapa hari terakhir ini. Para pedagang yang biasanya mangkal di depan rumah sakit sudah tidak ada lagi. Sebelumnya, mereka berjejer menjajakan dagangannya yang kebanyakan menjual makanan dan minuman.

Ada apa gerangan? Penyebabnya, di sepanjang jalan itu dibangun taman, serta penataan jalan dan gorong-gorong. Sehingga tak ada ruang lagi bagi para pedagang dalam menjajakan dagangannya. Lantas kemana mereka pindah? Sebagian yang terlihat, mereka berpindah ke seberang jalan. Sisanya kemana? Entahlah.

Memang, semenjak RS Duren Sawit ditetapkan sebagai satu rumah sakit yang menampung pasien covid, tempat ini begitu ramai. Sebelum pandemi, biasanya hanya ada segelintir pedagang saja. Bisa dihitung dengan jari. Saat jumlah pasien covid naik begitu tajam di Jakarta, yang membuat rumah sakit ini penuh dengan pasien covid, tak ayal, tempat ini menjadi hiruk pikuk.

Di satu sisi, ini membantu para pengusaha kelas menengah bawah dalam mengais rezeki. Di sisi lain, tempat ini menjadi ramai dengan para pedagang. Saya tidak tahu, apakah para pedagang itu membayar retribusi atau tidak. Bila iya, tidak diketahui pula dibayarkan kemana.

Sebenarnya, soal aturan berdagang di tempat umum di wilayah Ibukota ini, sudah ada aturan mainnya yang dituangkan ke dalam Perda. Dalam Perda No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada Pasal 25 telah diatur tempat usaha pedagang kaki lima. Pada pasal 25, disebutkan, “Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).” Sedangkan pada ayat (1) dijelaskan, “Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima.” Ayat (1) pada Pasal 25 ini kemudian dicabut oleh Mahkamah Agung.

Ada juga payung hukum di atas Perda yang mengatur pedagang berjualan di trotoar. Peraturan itu antara lain, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3/2014 tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan; peraturan tersebut dikeluarkan mengacu pada UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, ada pula UU Nomor 20/2008 tentang UMKM; Peraturan Presiden Nomor 125/2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima; serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41/2012, dan Peraturan Gubernur DKI Nomor 10/2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.

Oh ya, mengapa tetiba banyak pedagang kaki lima setelah pandemi merebak? Kebanyakan memang usaha kuliner. Hampir merata kemunculan mereka di seluruh pelosok Jakarta. Seperti sudah diduga, umumnya mereka membuka lapak akibat pandemi yang menghantam negeri ini. Ada yang akibat terkena PHK. Ada pula karena usaha tertentu yang digelutinya bangkrut. Maka, membuka usaha kuliner merupakan satu pilihan terbaik bagi mereka. Dengan modal yang tidak terlalu besar, serta tidak dibutuhkan skill tertentu, menjadi alasan bagi mereka membuka usaha jenis ini.

Beberapa memang ada yang tak bertahan lama. Tapi banyak pula yang masih survive. Walau ada yang tutup, pedagang baru datang silih berganti. Sampai akhirnya, pembangunan di sekitarnya membuat mereka harus menyingkir.

Ada baiknya Pemprov memikirkan kembali nasib para pedagang ini. Tahun 2020 memang sempat ada wacana dibuat Peraturan Gubernur atau Pergub untuk mengatur pedagang kaki lima atau PKL, termasuk untuk PKL yang akan berdagang di trotoar. Tapi saya tak tahu lagi, apakah Pergub ini kemudian jadi terlaksana atau tidak.

Memang, cara terbaik membuka lapak atau usaha kuliner ialah dengan memiliki lahan tertentu. Baik itu dengan sewa atau milik sendiri. Saya teringat akan kisah kuliner ‘Roti Bakar Eddy Blok M’ yang legendaris. Sebelum meraih kesuksesan seperti saat ini, dulunya mereka berkali-kali berurusan dengan pihak berwenang atau Kamtib. Karena saat itu berjualan di pinggir jalan. Sehingga beberapa kali pindah tempat. Padahal waktu itu usaha ini sudah memiliki beberapa pelanggan tetap. Saat ini ‘Roti Bakar Eddy Blok M’ telah memiliki banyak cabang dan tentunya tempat yang permanen.

Kita hanya bisa berharap, semoga saja ada jalan terbaik bagi para pedagang yang tergusur itu. Para pemangku kebijakan tentu harus melibatkan semua stake holders yang terkait. Termasuk asosiasi PKL. Hal pertama yang dilakukan ialah mendata ulang jumlah PKL beserta jenis dagangannya. Tak hanya di sekitar RS Duren Sawit saja. Tapi juga di seluruh pelosok Jakarta. Kemudian dapat dipertimbangkan, apakah disediakan lahan tertentu bagi mereka, seperti yang pernah terjadi bagi beberapa pedagang kaki lima di Tanah Abang saat terkena dampak pembangunan. Atau, ada pula wacana untuk didistribusikan ke pasar tradisional dan pusat perbelanjaan dimana terdapat 10 persen lahan untuk PKL.

Mengingat dampak pandemi, bisa pula sewa di tempat yang resmi dengan keringanan biaya. Dahulu sebelum pandemi, pernah ada Festival PKL yang diadakan setiap Sabtu dan Minggu. Ini juga dapat dipertimbangkan. Atau kebijakan-kebijakan lainnya yang win-win solution bagi semua pihak. Ya, semoga saja ada jalan terbaik bagi semua pihak.

* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012

Foto dokumen pribadi

Latest Post

Tergoda Isu ViralTergoda Isu Viral
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Belanja Bijak Belanja CermatBelanja Bijak, Belanja Cermat
Bulan Desember identik dengan berbagai hal. Seperti peringatan Natal, musim dingin, atau perayaan tahun baru. Apa lagi? Tak hanya itu, Desember konon surganya bagi para konsumen untuk berbelanja dengan harga murah. Mengapa?
Selamat Datang 2023Selamat Datang 2023!
Tahun 2023 baru saja kita songsong dengan penuh keyakinan. Walau begitu, ada beberapa nada sumbang terdengar dalam menyambut tahun baru ini. Beberapa pengamat meramalkan bahwa perekonomian global di tahun 2023 akan terasa gelap. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam satu orasi ilmiah mengatakan setidaknya ada 4 faktor penyebab ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.
KOMENTAR