a a a a a a a a a a a a a a a
AYAHKU, IS MY HERO!
Blog

Blog

Home /
/ AYAHKU, IS MY HERO!
AYAHKU, IS MY HERO!

AYAHKU, IS MY HERO!

Ayahku, is My Hero!

Ayah saya wafat, akhir Februari 2017 lalu. Kepulangannya benar-benar tidak kami duga. Terlalu banyak kenangan yang diberikan oleh ayah.

Ayahanda dilahirkan dari keluarga kurang berada di satu Desa di daerah Jombang, Jawa Timur. Kakek saya, atau ayah dari ayah saya, merupakan seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Sedangkan nenek, atau ibu dari ayah saya, merupakan ibu rumah tangga biasa. Kakek gugur dalam perjuangannya mempertahankan kedaulatan negeri ini di usia yang relatif muda. Ayah saya sendiri merupakan anak tertua dari delapan bersaudara. Jadi praktis, sepeninggalan kakek, nenek membiayai semua anaknya. Melihat hal itu, ayah saya mencoba mengadu nasib pergi ke ibu kota untuk bekerja. Ayah bekerja apa saja yang bisa dilakukan. Uang yang diperoleh diberikan ke nenek, dan juga untuk membantu adik-adiknya. Di sela-sela ayah membanting tulang, ia tetap melanjutkan sekolah dengan mendaftar di Universitas Indonesia.

Ayahanda bertemu dengan ibunda sekitar awal tahun 1968-an. Tak berlama-lama, ayah meminang ibu. Proses pernikahan berlangsung di Solo, tempat kelahiran ibunda. Tahun 1969, lahir kakak perempuan saya di Solo. Setelah kakak lahir, ibu, aya, dan kakak kembali ke Jakarta.

Memulai hidup baru di Jakarta bagi ayah dan ibu, benar-benar membutuhkan perjuangan yang tidak kecil. Ayah mengontrak rumah sederhana di daerah Rawamangun. Rumah itu berukuran kecil, harus melalui perkampungan dan beberapa gang. Sekitar tahun 1970an, saya lahir. Beberapa tahun setelah ayah bekerja, kehidupan ekonomi mulai membaik. Rumah yang tadinya di kontrak, dibeli oleh ayah. Setahun kemudian, ayah membeli rumah kontrakan di sebelahnya. Rumah awal yang dibeli setahun yang lalu, dijadikan satu dengan yang baru saja dibeli, dengan sedikit renovasi.

Awal tahun 1980an, ayah sempat berhenti bekerja. Ia menganggur sekitar tiga bulan. Persisnya saya tidak tahu, apakah perusahaan dimana ayah saya bekerja mengalami bankrut atau ada hal lain. Ini benar-benar masa sulit bagi kami. Karena, tak hanya harus menghidupi keluarganya, ayah juga harus membantu adik-adiknya, dan juga nenek saya.

Ada kejadian yang saya tidak lupa. Dalam keadaan sulit, ayah membeli semacam kupon undian. Kupon undian ini diundi setiap minggunya. Bila nomornya sesuai, maka akan mendapat hadiah. Semakin banyak digit nomor yang sesuai, semakin besar hadiahnya. Ketika ayah pulang dan memberitahu ibu bahwa telah membeli kupon undian, ibu bukannya senang tapi malah menangis. Ibu berkata, bahwa membeli kupon tersebut tak ada gunanya. Untuk mendapatkan uang tentu harus bekerja dengan giat. Lebih baik uang ditabung atau untuk hal lain yang berguna. Ayah akhirnya meminta maaf, dan berjanji tak akan pernah membeli lagi. Sampai akhir hayatnya, ayah tak pernah berurusan dengan kupon undian, bahkan judi sekalipun. Ini jelas pelajaran berharga bagi saya dan kakak. Bahwa sesulit apapun, jangan pernah mengambil jalan pintas yang tidak sesuai aturan.

Karena kerja keras pula, ayah akhirnya dapat bekerja kembali. Tahun 1983, ia mencoba membuat usaha dengan teman-temannya dibidang kontraktor bangunan. Dari empat orang yang menyetor modal pada saat itu, hanya ayah yang pribumi asli. Sampai akhir hayat, perusahaan ini masih tetap berdiri sampai sekarang. Tentu dengan jatuh bangun perusahaan hingga bisa besar seperti sekarang. Ini juga memberi pelajaran bagi saya khususnya, bahwa jangan menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan oleh orang lain.

Lonjakan karir ayah saya boleh dibilang bagus. Dari rumah yang tadinya berada di gang, tahun 1988 akhirnya kami pindah rumah yang bisa dilalui kendaraan roda empat di Jalan Sawo Rawamangun. Tahun 1991, kami pindah lagi ke daerah Pulo Asem dengan menempati rumah dua lantai. Di rumah ini, ayah sendiri yang merancang dan membangun rumah dari tanah kosong..

Tentu kami bersyukur terhadap apa yang telah diperoleh. Banyak hal yang diajarkan oleh ayah. Ayah tak pernah berkata kepada anaknya bahwa kamu harus begini, harus begitu. Ayah mengajarkan langsung dengan tindakan nyata. Dalam soal kesabaran misalnya. Ayah sungguh sabar, tak pernah mengeluh sedikitpun akan apa yang telah diperoleh. Dalam soal kerja keras, ia juga telah membuktikan.

Karena ditempa oleh kehidupan yang keras, ayah terbiasa hidup mandiri. Ia bisa melakukan pekerjaan apa saja. Ia pandai memasak. Tentu setelah menikah, ibu yang lebih banyak memasak. Walau sesekali ayah memasak sendiri. Ayah juga suka berkebun. Walau hanya skala kecil. Tiap pagi dan sore ia menyiram sendiri tanaman yang ada di pekarangan. Pengetahuan dari berkebun, ia dapati dari membaca buku-buku yang dibelinya. Kadang ia menanam tanaman yang baru saja dibeli. Ia juga suka bermain musik. Alat musik gitar dan organ ada di rumah. Saya pernah bertanya, darimana ia bisa memainkan alat musik. Ayah hanya menjawab belajar sendiri. Sebagai lelaki, hobi umumnya seperti pertukangan dan elektronika, ayah juga paham.
Peralatan pertukangan cukup lengkap. Mungkin ayah menghayati pekerjaannya sebagai seorang kontraktor. Dalam hal elektronika, ia bisa memperbaiki beberapa barang elektronik yang rusak. Manusia memang tak ada yang sempurna. Tapi bagi bagi saya, ayah benar-benar komplet. Baik dalam karakter, dan juga keahlian. Itu yang membuat saya begitu bangga dengannya. Jujur, saya merasa belum bisa sehebat ayah. Tapi tentu, saya akan berusaha menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi.

Oleh: Sonny Wibisono, pengarang buku “Message of Monday”.

Artikel ini merupakan bagian dari kumpulan tulisan dari buku 'Ayahku Pahlawanku, 72 Kisah Inspiratif Dari Tokoh Berpengaruh di Indonesia', terbitan ASPIRASI

alt text




KOMENTAR