a a a a a a a a a a a a a a a
CALON PRESIDEN 2004 DAN MASALAH PENGANGGURAN
Blog

Blog

Home /
/ CALON PRESIDEN 2004 DAN MASALAH PENGANGGURAN
CALON PRESIDEN 2004 DAN MASALAH PENGANGGURAN

CALON PRESIDEN 2004 DAN MASALAH PENGANGGURAN

CALON PRESIDEN 2004 DAN MASALAH PENGANGGURAN
Sonny Wibisono

Siapa pun Presiden RI yang akan terpilih dalam pemilu presiden 2004, satu persoalan besar sudah menghadang di depan: pengangguran. Menurut data Badan Pusat Statistik, sejak 1997 sampai 2003, angka pengangguran terbuka di Indonesia terus menanjak, dari sekitar 4 juta menjadi lebih dari 10 juta jiwa yang didominasi oleh penganggur usia muda. Bila dihitung dengan mereka yang dikategorikan sebagai penganggur setengah terbuka, total jumlah pengangguran di Indonesia diperkirakan mencapai 40 juta jiwa. Tidak mengherankan bila Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Andrew Steer, di awal tahun mengatakan, pengangguran di Indonesia kini sudah mencapai level terburuk.

Sebenarnya, kita sulit memperkirakan jumlah penganggur terbuka di negeri ini. Sebab, hingga saat ini Indonesia belum memiliki sistem jaminan sosial sebagaimana halnya negara maju. Di negara maju, kaum penganggur mendaftarkan diri dan mereka memperoleh santunan dari pemerintah untuk menyambung hidupnya sampai mereka dapat bekerja kembali. Dengan sistem ini dapat diketahui secara pasti berapa sesungguhnya jumlah penganggur terbuka.

Dalam era otonomi daerah seperti sekarang ini, masalah pengangguran dinilai bukan lagi milik pemerintah pusat. Daerah, sebagai pemilik kekuasaan otonom yang diberikan pemerintah pusat, seharusnya mempunyai data lebih akurat tentang bertambah atau berkurangnya jumlah pengangguran. Pemerintah daerah seharusnya juga sudah mempunyai data tentang permasalahan pengangguran. Dengan
demikian, akurasi data pengangguran antara pemerintah pusat dan daerah dapat di-check dan recheck.

Ada tiga asumsi yang menjadi harapan untuk menurunkan pengangguran dan setengah pengangguran. Pertama, pertumbuhan tenaga kerja rata-rata per tahun dapat ditekan dari rata-rata 2,0 persen pada
periode 2000-2005 menjadi 1,7 persen pada periode 2005-2009. Demikian juga pertumbuhan angkatan kerja, dapat ditekan menjadi 1,9 persen pada periode 2005-2009 dari periode sebelumnya yang mencapai
2,4 persen.

Kedua, pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan menjadi 6-7 persen pada periode 2005-2009 dari periode sebelumnya yang hanya mencapai 4 persen. Ketiga, transformasi sektor informal ke sektor formal dapat
dipercepat, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, terutama di sektor pertanian, perdagangan, jasa, dan industri.

Karena itu, diperlukan langkah terpadu dan strategis dalam mengatasi masalah pengangguran ini, baik dari pihak pemerintah maupun pengusaha, selain langkah-langkah yang tidak konvensional dalam mengatasi masalah pengangguran ini. Proyek-proyek pemerintah harus diupayakan dapat menampung tenaga kerja sebanyak mungkin, seperti proyek padat karya. Proyek padat karya milik pemerintah ini sebaiknya jangan ditangani oleh pemerintah. Ini untuk menghindari terjadinya lonjakan overhead cost yang tinggi, itu pun belum ditambah dengan kebocoran-kebocoran yang akan terjadi.

Proyek semacam ini sebaiknya diserahkan kepada pihak swasta yang betul-betul profesional dengan tim pemantau yang independen. Pemerintah dan pengusaha juga harus dapat membuat konsep kebijakan yang memprioritaskan jenis industri padat karya, juga padat modal. Selain itu, harus ada itikad politik dari pemerintah yang transparan untuk pembentukan jajaran usaha kecil dan menengah.

Pengeluaran dari sektor publik memang sangat terbatas untuk menggerakkan sektor riil. Sektor perbankan diharapkan dapat menggerakkan sektor riil, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM). Hingga saat ini UKM dapat menyerap sekitar 67 juta angkatan kerja. Dalam menghadapi permasalahan UKM ini, diperlukan pembinaan sumber daya manusia, penambahan modal, serta sistem pemasaran yang baik.

UKM sendiri memiliki kontribusi yang penting dalam perekonomian nasional. Lebih dari 80 persen ekspor nasional kita memang dari perusahaan besar, tetapi yang menguasai pasar domestik adalah UKM. Karena itu, pemilu presiden diharapkan berjalan dengan baik dan lancar, agar para investor, baik dari negeri sendiri maupun terutama pihak asing, menanamkan kembali modalnya di negeri ini.

Kebijakan-kebijakan di pemerintahan yang baru nantinya diharapkan dapat mendukung upaya terciptanya iklim investasi yang kondusif. Sebagai contoh, investor domestik maupun asing masih banyak menghadapi berbagai kendala, termasuk di daerah-daerah, seperti peraturan daerah yang dinilai menghambat investor mengembangkan investasinya di sini. Saat ini saja terdapat lebih dari 7.000 peraturan daerah di seluruh Indonesia yang dinilai ilegal. Hal-hal seperti ini harus dapat diatasi atau minimal dikurangi.

Sistem dan praktek pengadilan yang carut-marut juga menimbulkan ketidakpastian bagi para investor, sehingga harus ada kepastian hukum yang mampu menenteramkan hati para investor. Ini semua menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi siapa pun presiden terpilih nanti. Tetapi, bila ada kemauan politik yang kuat dari para pemimpin negeri ini untuk membangun kembali Indonesia yang beradab, masalah-masalah tersebut di atas bukan mustahil bisa diatasi.

* Pernah dimuat di Koran Tempo - Kamis, 13 Mei 2004
KOMENTAR