a a a a a a a a a a a a a a a
DEWAN TRANSPORTASI KOTA: SOLUSI ATAU STEMPEL SEMATA?
Blog

Blog

Home /
/ DEWAN TRANSPORTASI KOTA: SOLUSI ATAU STEMPEL SEMATA?
DEWAN TRANSPORTASI KOTA: SOLUSI ATAU STEMPEL SEMATA?

DEWAN TRANSPORTASI KOTA: SOLUSI ATAU STEMPEL SEMATA?

DEWAN TRANSPORTASI KOTA: SOLUSI ATAU STEMPEL SEMATA?
Oleh: Sonny Wibisono *

Dewan Transportasi Kota (DTK) Kota Jakarta menurut rencana akan segera dibentuk. Gubernur DKI mengatakan bahwa pertengahan Agustus ini DTK sudah mulai dapat bekerja. Pembentukan DTK ini merupakan amanat dari Peraturan Daerah No. 12 tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pembentukan DTK ini bertujuan menampung dan menganalisa masukan dari masyarakat tentang pengelolaan transportasi di Jakarta, memberikan masukan dan mengevaluasi kebijakan transportasi yang diambil pemerintah, mendorong transparasi dalam pengambilan kebijakan, serta sebagai mediator antara masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan transportasi. Diharapkan dengan pembentukan Dewan yang baru ini, setidaknya dapat mengurangi masalah transportasi di Jakarta yang memang dinilai banyak kalangan memprihatinkan.

Murahnya biaya angkutan di Kota Jakarta ini dinilai menjadi penyebab kualitas pelayanan yang buruk dan berakibat bisnis layanan bus kota tidak dapat terselenggara secara berkelanjutan. Bandingkan dengan Kota Singapura, pada tahun 2003, tarif bus kota di Singapura berkisar antara Rp 2.700 (jarak terdekat) sampai Rp 7.000 (jarak terjauh). Maka tidaklah mengherankan, bila penumpang disini belum dihargai secara layaknya sebagai seorang konsumen dengan moto konsumen adalah raja.

Ketersediaan layanan transportasi umum yang nyaman dan menjangkau sebagian besar wilayah kota merupakan satu tolok ukur kualitas penyelenggaraan pemerintahan di kota-kota besar dunia. Dan untuk itulah, pembentukan DTK ini dijadikan jembatan dalam mengatasi problematika transportasi di Jakarta.

Pertanyaannya, apakah pembentukan Dewan ini sesungguhnya sudah tepat? Betul, bahwa DTK ini harus sudah mulai bekerja enam bulan setelah Perda tersebut diundangkan. Perlu digaris bawahi, kita tidak serta merta harus merunut kepada suatu perda bila memang ternyata perda tersebut dinilai tidak efektif. Bila tidak efektif dalam pelaksanaannya, Perda tersebut dapat diubah atau bahkan malah dicabut. Seperti diketahui, menurut penelitian bahwa perda-perda di negeri ini, setelah otonomi diberlakukan, dinilai ilegal dan justeru malah kontra produktif. Pembentukan Dewan ini kiranya sudah melalui perhitungan dan analisa yang matang terhadap kebutuhan akan kondisi transportasi di Jakarta karena hitungan pembentukan Dewan ini memang tinggal menunggu hari saja.

Sesuai Pasal 98 ayat (1) dalam Perda tersebut, pembentukan Dewan Transportasi Kota (DTK) akan melibatkan berbagai komponen yang terdiri dari pakar transportasi, dishub, kepolisian, kalangan kampus, pengusaha angkutan, LSM yang berkaitan dengan transportasi, awak angkutan dan masyarakat pengguna jasa transportasi. Semua unsur kepentingan dalam bidang transportasi dimasukkan dalam Perda tersebut, yang dimaksudkan untuk mengakomodir semua kepentingan yang ada. Seperti diberitakan, kursi anggota Dewan ini diincar oleh beberapa anggota DPRD DKI Jakarta karena sebagian dari mereka sudah tidak lagi menjadi wakil rakyat pada tanggal 25 Agustus nanti (Koran Tempo, 16 Juni 2004).

DTK ini diharapkan bukan tempat pelarian dari para pensiunan anggota DPRD atau pegawai negeri dalam mencari lahan baru rezeki. Kelemahan dalam pembentukan DTK ini, sesuai Pasal 98 ayat (3) dalam Perda tersebut, bahwa DTK ditetapkan dengan Keputusan Gubernur, sehingga indepedensinya menjadi lemah, karena secara hirarki harus bertanggung jawab kepada Gubernur, bukan kepada publik. Uji kelayakan dan kepatutannya pun (fit dan proper test) belum jelas nantinya siapa yang akan melakukannya. Bila proses seleksi ini nantinya terselenggara, harus diterapkan prinsip-prinsip good governance.

Berangkat dari pengalaman sebelum ini dalam proses seleksi pejabat publik, unsur subyektivitas atau kepentingan kelompok lebih dikedepankan serta belum adanya unsur-unsur proses seleksi yang baku. Dalam proses seleksi anggota Dewan ini, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam proses seleksi pejabat publik yaitu transparansi, akuntabilitas, adil, dan partisipatif. Transparansi mempunyai pengertian proses seleksi dan penentuan kriteria harus bersifat terbuka dan dapat diketahui publik. Akuntabilitas bermakna proses seleksi harus menggunakan metode dan teknik seleksi yang dapat dipertanggungjawabkan. Adil dalam pengertian bahwa setiap kandidat yang ikut seleksi harus melewati proses seleksi yang sama. Serta yang dimaksud partisipatif adalah proses seleksi harus membuka peluang bagi masyarakat untuk memberi masukan, kritik, dan saran yang konstruktif. Sehingga nantinya seleksi ini akan menghasilkan orang-orang yang independen, imparsial, profesional, kredibel, serta berintegritas. Hal lain yang perlu dicermati adalah bahwa pembentukan DTK ini agar tidak berbenturan atau bahkan overlappingdengan badan atau lembaga lain yang sudah ada. Juga pembentukan DTK ini tidak saling tumpang tindih dengan peraturan lainnya.

Sebagai contoh, Pemerintah Daerah DKI di awal tahun 2004 telah membentuk badan baru yang bernama Badan Pengelola Trans Jakarta yang dikepalai oleh seorang Kepala Badan Pengelola. Badan ini merupakan BUMD yang bergerak di bidang pengelolaan busway. Kepala Badan Pengelola ini berada dibawah Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui sekretaris daerah. Tugas badan ini adalah menyelengarakan pengelolaan sistem angkutan umum busway. Pembentukan organisasi dan tata kerja badan pengelola trans Jakarta-busway DKI Jakarta ini diatur dalam SK Gubernur Nomor 110 tahun 2003. Oleh karena itu, badan ini nantinya dapat berkoordinasi dan bekerjasama dengan DTK. Harus ada mekanisme, konsep, pembagian tugas dan wewenang yang jelas dalam pembentukan organisasi DTK ini. Direncanakan memang dalam pembentukan DTK terbagi dalam lima komisi.

Komisi Satu mengenai tarif dan pembiayaan. Tugas utama yang diemban adalah membahas penentuan tarif angkutan dan membahas rumusan pembiayaan transportasi.

Komisi Dua mengenai hukum. Komisi ini memiliki tanggung jawab dan wewenang mengevaluasi peraturan serta penaatan peraturan yang telah ditetapkan.

Komisi Tiga mengenai kelaikan dan keselamatan. Fungsi utama komisi ini adalah mengevaluasi kelaikan sarana dan prasarana yang ada dalam bidang transportasi serta mengevaluasi pengunaan tata guna lahan. Komisi Empat mengenai penelitian dan pengembangan.

Komisi ini bertugas mengevaluasi kebijakan transportasi serta merumuskan tingkat pelayanan pada masyarakat.

Dan terakhir, Komisi Lima mengenai pendidikan dan humas. Fungsi utamanya adalah memberikan masukan dan mengembangkan sistem komunikasi yang efektif bagi masyarakat. Pada akhirnya, kita mengharapkan bahwa DTK ini bukan menjadi stempel semata bagi Pemerintah Kota Jakarta saja. Dan semoga, DTK ini tidak makin menambah ruwetnya birokrasi yang sudah ada atau justeru menimbulkan gurita baru birokrasi. Output dan rekomendasi dari DTK ini semoga saja memberikan angin sejuk bagi pembenahan transportasi Kota Jakarta. Karena kita semua memang menginginkan terselenggaranya pelayanan angkutan di Kota Jakarta ini dengan aman, tertib, nyaman, teratur, lancar dan efisien. Semoga saja.

* Pernah dimuat di Harian Jakarta - Kamis, 24 Juni 2004

* Penulis adalah Peneliti pada Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia (PMKI)
KOMENTAR