GILA KERETA API. Seorang teman dalam obrolan santai bertanya kepada saya, apa yang dilakukan bila saya tak bisa tidur di malam hari. Saya jawab, melihat video kereta api. Teman saya hanya bisa melongo mendengar jawaban itu. Seakan tak percaya dengan pendengarannya. Mungkin pikirnya, akan ada jawaban mendengar musik atau membaca buku, atau apalah. Nyatanya tidak.
Saya teringat saat saya duduk di bangku sekolah dasar, mungkin kelas 3 atau 4. Saya sering kali pergi ke stasiun hanya untuk melihat kereta. Pernah, pada hari minggu saya pergi ke Stasiun Klender dengan bermodal uang 100 rupiah. Dulu, ongkos naik bis untuk dewasa 100 rupiah, sedangkan anak sekolah 50 rupiah. Saat saya naik, saya memberikan uang 50 rupiah, tetapi kondektur memaksa saya untuk membayar 100 rupiah. Katanya, tak ada anak bersekolah di hari Minggu. Akhirnya, dengan terpaksa saya memberikan lagi 50 rupiah. Sesampainya di Stasiun Klender, saya hanya sebentar saja disana melihat-lihat kereta. Setelah itu saya pulang ke rumah di daerah Rawamangun dengan berjalan kaki sejauh 5 km!
Saya tak pernah bercerita soal kegilaan saya ini pada orang tua. Bahkan kepada para mantan saya (duh, memang ada berapa sih). Coba misalnya kalau ditanya pacar, “eh, darimana kamu”, lalu saya jawab, “dari stasiun lihat kereta.” Saya kawatir, pacar akan bilang, ”hah, lihat kereta, gila kali kamu ya, sekarang juga kita putus!” Nah, lho. Bisa mati berdiri saya saat itu juga.
Satu media nasional pernah menulis features, tiap Minggu, tentang komunitas di negeri ini. Mulai dari penggemar kereta api, pesawat, mobil, merajut, pecinta bunga anggrek, hingga lainnya. Dalam tulisan itu, diceritakan ada seorang yang tiap bulan harus naik kereta api, entah tujuan kemana saja, yang penting naik kereta api. Kalau tidak, ia akan sakaw.
Penulis termashyur, Agatha Christie, menulis novel yang berjudul, ‘The ABC Murders’ (di Indonesia terbit dengan judul ‘Pembunuhan ABC’), yang muncul pertama kali tahun 1936. Ini merupakan satu dari sekian karya masterpiece dari Christie. Novel yang berkisah mengenai kasus pembunuhan berantai, dimana korban-korbannya dibunuh sesuai huruf pertama abjad nama depan mereka, dan abjad kota dimana mereka tinggal. Sang pembunuh, meletakkan buku panduan perjalanan kereta api pada mayat korban, yang disebut buku Panduan Kereta Api ABC. Di akhir cerita, Poirot, sang detektif kenamaan sampai harus membuktikan dengan mendatangi perpustakaan dan menemukan buku yang berjudul ‘The Railway Children’ atau kalau diterjemahkan kira-kira, ‘Anak-Anak Kereta Api’, karya Edith Nesbit. Novel Christie memang fiksi semata. Tetapi faktanya, buku ‘The Railway Children’ memang ada. Oh ya, saya punya novel Nesbit itu, baik edisi Inggrisnya dan terjemahannya, yang diterbitkan oleh Gramedia. Novel klasik Nesbit itu sendiri dipublikasikan di tahun 1906. Nampaknya, disini Christie ingin menyampaikan bahwa anak lelaki yang gila akan kereta api itu hal yang lumrah. Bahkan Christie pun harus membuktikan hal itu dengan fakta yang ada. Saya curiga, jangan-jangan Christie sejatinya juga pencinta kereta api! Karena banyak novel Christie dimana setting lokasi pembunuhan berada atau terkait dengan kereta api.
Lantas bagaimana dengan para pencinta kereta api saat ini? Saya hanya bisa mengatakan, luar biasa! Semangat mereka benar-benar patut diacungi jempol. Mereka biasa disebut dengan railfans. Tersebar di seluruh pelosok negeri ini. Umumnya memang kebanyakan berada di Pulau Jawa. Dalam mendokumentasi ‘kegilaan’ dan hobi mereka, peralatan yang digunakan mulai dari ponsel biasa, hingga kamera tercanggih bahkan dengan drone. Tak hanya me-review perjalanan naik kereta, tapi juga menelusuri stasiun dan jalur rel aktif dan non-aktif, hingga bertengger di atas bukit hanya untuk dapat mengambil titik spot yang baik untuk mengambil gambar kereta yang lewat. Pengetahuan mereka sangat baik mengenai perkereta-apian. Railfans ini sebagian besar juga adalah blogger atau youtuber. Bahkan anak SD pun sudah menjadi youtuber railfans. Oh ya, railfans ini banyak juga kaum hawanya lho! Beruntunglah generasi milenial saat ini dengan segala fasilitas yang tersedia.
Di jalan raya bila palang pintu kereta ditutup menandakan bahwa kereta akan lewat, orang-orang mungkin akan menggerutu karena tersita waktunya, tapi tidak bagi saya. Saya malah senang. Pastinya, saya akan hitung jumlah gerbong yang lewat. Pernah saat berkendara mobil dengan kolega, saat palang pintu kereta ditutup, saya berteriak sok gagap, “ke..ke..ke..ke…keretaaa…” Para kolega cuma menatap aneh saya saja. Bodo ah..
Tentu saja saya pernah merasakan bagaimana sepanjang perjalanan berdiri di kereta api dari Jakarta menuju Solo, ketika tak mendapatkan tiket duduk. Itupun berdirinya seperti di bis. Hampir tak ada jarak. Atau saya pernah mengantri di Stasiun Gambir sejak Subuh, karena loket dibuka siang hari (bahkan ada orang yang menginap di stasiun) hanya untuk bisa mendapat tiket tempat duduk. Pernah pula saya menahan pipis sepanjang perjalanan, karena ternyata toilet di kereta sudah di booking orang lain dan duduk disana. Juga saat batu dilempar dari luar oleh orang tak bertanggung jawab dan serpihan kacanya berhamburan di samping saya. Tapi sekarang, pelayanan kereta api benar-benar jauh lebih baik. Bagai bumi dan langit. Sayangnya memang, saya tak mendokumentasikan ‘kegilaan’ saya pada waktu lampau, bahkan ketika pergi ke negeri Jiran naik MRT saat remaja. Bukan hanya kenangan dengan mantan kekasih yang sulit dihapus, takutnya justru dokumentasi-dokumentasi tersebut juga membuktikan kegilaan saya (akan kereta api). Jejak digital tak bisa berbohong, kalau kata anak gaul sekarang. Hal yang dulu malah saya takuti.
Bila orang-orang di masa pandemi ini merindukan pergi jalan-jalan berlibur ke tempat wisata, maka yang saya rindukan adalah pergi ke stasiun melihat kereta. Dulu saya menganggap ‘hobi’ saya ini aneh atau gila. Tapi setidaknya satu hal terbukti sekarang, bukan cuma saya yang gila akan kereta api, ternyata masih banyak yang lebih gila lagi dari saya. Hehehe. By the way, hari ulang tahun kereta api jatuh pada tanggal 28 September 1945. Beberapa hari setelah proklamasi dikumandangkan. Akhir kata, Selamat ulang tahun kereta api Indonesia! Jaya selalu, tetap memberikan yang terbaik bagi negeri ini!