a a a a a a a a a a a a a a a
PAK MAR
Blog

Blog

Home /
/ PAK MAR'IE MUHAMMAD IN MY MIND
PAK MAR

PAK MAR'IE MUHAMMAD IN MY MIND

Pak Mar'ie Muhammad in My Mind

Ada banyak pengalaman, baik suka dan duka selama saya bertugas mendampingi Pak Mar’ie. Kami menyebutnya dengan inisial MM. Pak MM begitu humble, respek terhadap sesama, dan tak pernah sekalipun memikirkan dirinya sendiri. Dalam keadaaan sakitpun, ia masih memikirkan nasib bangsa ini. Integritasnya tak perlu disangsikan lagi. Julukan Mr Clean yang melekat di pundaknya hanyalah bentuk pengakuan langsung dari masyarakat luas.

Awal perkenalan saya dengan Pak MM dimulai saat ia menjadi Ketua Tim Pengendali JPS tahun 1998. Ketika tiba di kantor, ia bercerita bahwa ia sedang membuat tulisan tapi tidak selesai-selesai. Ada bagian yang belum ia temukan, sebait puisi. Ia mencari puisi itu sebagai pelengkap tulisan tersebut. Para stafnya pun mencoba mencari buku yang memuat puisi tersebut. Ada yang mencari di perpustakaan di kantor Kemenkeu. Ada yang mencarinya ke Toko Buku Gramedia dan Gunung Agung. Tapi semuanya kembali tanpa hasil. Saat itu internet belum familiar. Saya mencoba mencarinya lewat internet. Hanya kata kunci ‘sayap burung yang patah’ yang samar saya dengar. Puisi itu akhirnya saya temukan, karangan Emily Dickinson. Puisi tersebut kemudian saya cetak. Lalu saya berikan ke Pak MM disaat ia menduga tak akan mendapatkan bahan tersebut. Bukan main senangnya Pak MM ketika saya berikan bahan tersebut. Ia kaget darimana saya bisa dapatkan bahan tersebut. Saya katakan melalui pencarian di internet. Hal yang sebenarnya biasa saja dan setiap orang bisa melakukannya. Sejak saat itulah saya selalu diminta untuk mendampinginya.

Selama saya menemaninya pergi kemanapun, orang-orang masih mengenali Pak MM. Pernah saat saya menemaninya berbelanja di Toko Buku Wali Songo, Kwitang, beberapa orang menghampirinya. Karena dulu belum ada foto selfie, maka orang-orang tersebut hanya bisa menyalami Pak MM saja. Yang membuat saya kaget adalah, ada beberapa pengunjung toko buku tersebut yang berasal dari Malaysia, yang begitu antusias bertemu dengan Pak MM. Justeru merekalah yang pertama kali menyapa Pak MM. Rupanya Pak MM tak hanya dikenal di negaranya sendiri, tapi juga hingga ke negeri Jiran.

Menurut saya, Pak MM memiliki kepintaran di atas rata-rata. Kalau boleh dibilang ia jenius. Ia fasih beberapa bahasa asing, diantaranya Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Belanda, itu yang saya ketahui. Pengetahuan agamanya sangat dalam. Tak aneh sebenarnya, karena Pak MM dilahirkan dari keluarga santri. Ia fasih sekali Bahasa Arab. Ia hafal sejumlah ayat suci alqur-an dan juga beberapa hadist. Saat shalat menjadi imam, lantunan ayat sucinya begitu jernih.

Tak hanya soal agama, spektrum wawasannya Pak MM juga begitu luas. Koleksi buku-bukunya begitu beragam, baik lokal, maupun asing. Kesukaan akan koleksi bacaannya tak berfokus pada satu tema saja. Soal sejarah Indonesia, ia sangat memahami, selain dari yang ia baca, juga Pak MM sebagai pelakunya sendiri. Saat kami berdua, ia sering kali bercerita mengenai peristiwa saat ia menjabat sebagai Menteri Keuangan Periode 1993-1998. Ia bercerita, yang menurut saya, tak pernah ada ditulis dalam buku manapun, dan tak pernah di ceritakan siapapun juga. Karena posisinya sebagai menkeu pada saat itu, Pak MM sering berdekatan dengan Pak Harto. Misalnya saja ia berkisah mengenai seorang Menteri yang dipanggil oleh Pak Harto. Sebelum menghadap, menteri tersebut sudah tahu bila Pak Harto akan menegurnya. Bila kurang puas dengan kinerja atau ada hal yang ingin ditanyakan, Pak Harto langsung memanggil menteri tersebut. Saking groginya sang menteri di hadapan Pak Harto, ia sampai gemetaran memegang pulpen di tangannya yang menimbulkan bunyi saat pulpen tersebut beradu dengan meja. Ada pula Menteri yang sudah dipanggil, tapi Pak Harto sama sekali tak bicara sepatah katapun selama dua jam! Ini menandakan bahwa Pak Harto marah dan tidak puas dengan kinerja sang menteri. Menurut Pak MM, ia menyayangkan bahwa banyak sisi baik di Pemerintahan Soeharto saat ia masih menjabat dulu, yang sebenarnya masih dapat diterapkan saat ini, tapi sayangnya sudah tidak ada lagi. Karena Pak MM mengikuti beberapakali sidang kabinet walau presiden telah berganti beberapa kali.

Ada satu saat dimana saya tak bisa melupakan kejadian bersama Pak MM. Saat Pak MM di rawat di RSPP, karena kondisinya menurun, saya menjenguknya seorang diri. Lewat dua jam setelah bertemu menjelang sore, ia meminta saya untuk menemani tidurnya. Walau saya tak membawa pakaian ganti, saya iyakan permintaannya. Kami pun berdiskusi panjang lebar hingga larut malam. Tentu saja saya lebih banyak menjadi pendengar yang baik. Lewat tengah malam, saya pamit tidur di sofa, karena saya lihat pula Pak MM terlihat mulai lelah dan menguap. Keesokan harinya, Pak MM mengatakan kepada saya bahwa ia tak bisa tidur hingga pagi harinya. Saya tanyakan apa penyebabnya, katanya saya mendengkur hingga membuatnya tak nyenyak tidur. Olala, saya benar-benar tak enak, saya pun buru-buru meminta maaf padanya. Tapi itulah, ia menanggapi saja dengan santai. Sesalah apapun, ia memang tak pernah marah sedikitpun kepada saya.

Saat tubuhnya mulai melemah karena faktor usia, beberapa hari menjelang Pak MM wafat, bersama beberapa pengurus MTI, saya membezuknya di RS Pusat Otak Nasional. Saat yang lain pamitan izin pulang, Pak MM meminta kepada saya dan juga Nizar Suhendra untuk tetap tinggal menemaninya, “Son, kamu jangan pulang dulu.” Begitu permintaannya. Kembali saya iyakan. Tapi menjelang malam, saya benar-benar harus pamit. Bukan karena saya takut mendengkur lagi. Karena memang pagi harinya saya harus berangkat ke Yogyakarta bersama Pak Sudirman Said dan harus menyiapkan bahan.

Orang jujur di negeri ini banyak sekali. Orang pintar di negeri ini juga tak terhingga. Tapi menemukan orang jujur berintegritas dan pintar, sangat langka di negeri ini. Saya, dan juga bangsa ini benar-benar kehilangan sosok seorang Mar’ie Muhammad. Selamat jalan Pak Mar’ie. Selamat jalan putra terbaik bangsa. Surga menantimu.

Sonny Wibisono
* Mantan Asisten Pribadi Pak MM
Jakarta, 12 Desember 2016
KOMENTAR