Message of Monday – Senin, 27 Juni 2022 Andaikan Saja Oleh: Sonny Wibisono *
“Imagine all the people, living life in the peace.” -- John Lennon dalam ‘Imagine’
Malam hari, di satu kedai kopi di daerah Rawamangun, saya bertemu dengan kawan lama semasa sekolah dulu. Rupanya ia sedang dirundung masalah yang tak ringan. Setelah orangtuanya wafat beberapa tahun sebelumnya, ada masalah yang ditinggalkannya mengenai warisan harta gono-gini. Untuk menyelesaikan urusan tersebut, ia menyewa seorang pengacara. Nah, yang dihadapi bukanlah orang lain, tapi kakak kandungnya sendiri! Ia bersama satu saudaranya harus menghadapi para kakaknya. Saya bertanya mengapa tidak diselesaikan saja secara kekeluargaan. Tak ada cara lain ujarnya.
Bayangkan, bila ia sampai bertempur di ruang pengadilan dengan saudara kandungnya sendiri. Sesuatu yang sebenarnya tak perlu terjadi. Ini akibat ego dari satu atau malah kedua belah pihak yang tidak mau mengalah. Bertempur dalam hal ini, tak hanya identik dengan menggunakan senjata. Tapi juga melalui meja pengadilan.
Ah, omong-omong soal bertempur, tentu saja saat ini semua mata tertuju pada perang antara Rusia dan Ukraina yang masih terjadi. Perang antara Ukraina dengan Rusia sejauh ini telah memasuki pekan ke-17. Tak ada tanda-tanda kapan perang akan berakhir. Tragedi kemanusiaan ini diyakini menimbulkan dampak ekonomi secara global. Bahkan efek dominonya tak hanya setahun-dua tahun. Konflik antara Ukraina dan Rusia yang dipicu oleh berbagai faktor sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Jadi tak ujug-ujug terjadi perang begitu saja. Perang yang dimulai sejak akhir Februari 2022 lalu merupakan puncak gunung es dari konflik kedua negara selama ini.
Pertanyaannya, mengapa harus ada pertempuran? Atau lebih spesifik, mengapa harus ada perang? Para pemimpin kedua negara yang berperang pasti mengetahui dampak yang ditimbulkan. Pal Ahluwalia dan Toby Miller, dalam jurnalnya yang berjudul, ‘Why do Wars Happen?’, secara garis besar mengatakan bahwa penyebab perang terjadi karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan mengabaikan yang lain sejauh mungkin. Sedangkan keinginan untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain merupakan penyebab terjadinya perdamaian.
Bila dunia ini sepenuhnya mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing dalam segala persoalan, pasti tidak pernah akan ada namanya perang yang memakan ribuan atau jutaan korban jiwa. Tak ada namanya santet. Tak ada namanya pembunuh bayaran. Begitu pula, tak ada pertempuran melalui pengadilan. Sayangnya memang, faktanya itu tidak terjadi.
Saya yakin, dalam diri manusia selalu ada sisi baik. Para prajurit yang mempertaruhkan nyawanya di medan tempur sejatinya juga tak menginginkan ini terjadi. Kalau bisa memilih, ia lebih senang bila berada di rumah bercengkerama dengan keluarganya ketimbang mengangkat senjata di medan tempur. Hanya karena ego satu atau sekelompok orang, akhirnya banyak orang harus dikorbankan.
Perang merupakan suatu keputusan. Sebagaimana pula halnya perdamaian. Bagi negara yang mengambil keputusan perang mungkin itu dipandang sebagai solusi terbaik. Tapi yang jelas, dalam perang tak ada yang diuntungkan. Bila semua pihak melihat sisi kemanusiaan sebagai faktor utama, tak hanya memandang soal hak dan kewajiban saja, diyakini perang dapat dihindari.
Kita semua berharap perang Rusia-Ukraina segera berakhir. Sama halnya pula kita berharap pandemi ini benar-benar usai. Dengan pandemi saja, ekonomi dunia sudah terpuruk. Ditambah adanya perang, diyakini makin menambah derita rakyat yang berperang plus efeknya bagi negara-negara lain.
Sejatinya, ketika kita melihat sisi kemanusiaan, selalu ada alasan untuk berdamai. Perdamaian dapat tercipta sebagaimana terjadinya perang. Perang berfokus pada perbedaan. Sedangkan perdamaian berfokus pada kesamaan. Kita tentu semua berharap, perang akan segera berakhir. Ya, mari berandai-andai, andaikan saja semua bisa mengendalikan egonya masing-masing. Andaikan saja semua orang tahu akan hak dan kewajibannya.
Ah, kopi di cangkir saya telah habis rupanya. Pembicaraan pun kami akhiri. Saat hendak membayar, sekali lagi saya katakan turut prihatin atas kejadian yang menimpa kawan saya. Saya berharap, semoga semua urusannya dapat diselesaikan dengan baik. Sepengetahuan saya, pengadilan masih membuka jalan mediasi sebelum satu kasus benar-benar disidangkan. Ya, semoga dapat diselesaikan tanpa harus 'bertempur' di ruang pengadilan.
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012
Photo by cottonbro: https://www.pexels.com/photo/black-and-white-no-war-text-3831760/