Message of Monday – Senin, 29 Maret 2021 Belajar dari Insiden Terusan Suez Oleh: Sonny Wibisono *
“Risk, like pornography, is difficult to define, but we think we know it when we see it.” -- William J. Bernstein dalam bukunya ‘The Four Pillars of Investing'
Dalam sepekan terakhir, media dalam dan luar negeri dihebohkan dengan kejadian insiden Terusan Suez. Sebuah kapal berbobot 200 ribu ton dengan panjang 400 meter tersangkut di Terusan Suez, Mesir, pada Selasa, 23 Maret 2021. Saat kejadian, dilaporkan terjadi badai pasir yang melanda Gurun Sinai dan wilayah Timur Tengah lainnya. Kapal yang tersangkut tersebut bernama Ever Given, berbendera Panama, dan dioperasikan oleh perusahaan Taiwan, Evergreen Marine Corp, yang namanya terpampang besar di lambung kapal. Kapal naas itu sendiri dalam perjalanan dari Yantian, China menuju pelabuhan Rotterdam di Belanda.
Insiden ini dipastikan menimbulkan kerugian. Berapa kerugian yang ditanggung? Diberitakan bahwa lebih dari 300 kapal harus antre masuk di Terusan Suez di kedua ujungnya, dengan muatan di dalam kapal bernilai belasan bahkan dapat mencapai puluhan triliun rupiah.Lloyd's List memperkirakan kerugian menelan biaya 400 juta dollar AS atau setara Rp 5,8 triliun per jam untuk barang-barang yang tertunda.
Kejadian ini sebenarnya bukan yang pertama terjadi di Terusan Suez. Sudah pernah ada peristiwa sebelumnya, selain karena ketegangan politik antar negara, Terusan Suez juga ditutup karena adanya kapal yang bermasalah. Walau sudah pernah terjadi, nampaknya para pihak terkait tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Padahal, tiap hari jalur ini dilalui tak hanya oleh kapal ukuran kecil dan sedang, tapi juga kapal bertonase besar. Tak ayal, tersangkutnya Ever Given menjadi sorotan di seluruh penjuru dunia. Kritik tajam pun mengalir deras. Tak hanya ditujukan kepada kapal yang bermasalah, tapi kritik juga diarahkan kepada Otoritas Terusan Suez.
Cuaca saat kapal berlayar dilaporkan sedang tidak bersahabat. Jarak pandang terbatas. Tapi kecepatan kapal kabarnya dipacu hingga 13,5 knot. Mengapa pihak otoritas tidak mengarahkan kapal ini bergerak perlahan bila cuaca tidak mendukung atau pihak kapal sendiri yang memperlambat lajunya kapal. Upaya menggeser kapal memang telah dilakukan. Tapi nampaknya usaha yang dilakukan terkesan tidak serius. Terlihat peralatan yang digunakan hanyalah eskavator untuk menggeruk tanah. Alat ini ibarat sebuah tonggak kecil berhadapan dengan lambung kapal yang menjulang tinggi. Sudah tentu tak seimbang, seperti David melawan Goliath, seperti yang ditulis berbagai media.
Apakah tersangkutnya Ever Given semata-mata karena faktor cuaca. Bukankah cuaca sudah dapat diprediksi sebelumnya. Lagipula, bila memang cuaca tidak mendukung, seharusya sudah ada langkah-langkah antipasti bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Temuan lain mengatakan bahwa sejatinya bukan faktor cuaca yang menyebabkan tersangkutnya kapal, tapi karena faktor human error. Sebenarnya, tulisan ini masih inheren dengan tulisan saya di minggu sebelumnya. Bahwa kesalahan yang seharusnya dapat dihindari di awal, malah terjadi dan membuat kerugian yang tak terhitung jumlahnya. Semakin lama kapal tersebut dievakuasi, semakin besar kerugian yang ditanggung.
Bahaya bila kita saling mengandalkan satu sama lain. Pihak Otoritas bisa jadi percaya sepenuhnya dengan kapal bertonase besar dilengkapi dengan sistem dan peralatan yang canggih. Begitupula, pihak kapal bisa jadi yakin dengan pihak Otoritas bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dapat dengan mudah diatasi. Jangan mengandalkan siapapun: don’t take for the granted.Selama masih ada faktor manusia didalamnya yang terlibat, jangan mempercayai secara mentah-mentah sistem apapun juga. Apalagi, bila risiko yang ditanggung ternyata lebih besar dibandingkan dengan upaya untuk sedikit saja lebih teliti. Faktanya, itulah yang sekarang terjadi. Dunia pun menanggung kerugian besar.
Nah, sekali lagi perlu ditekankan, kita seharusnya mulai terbiasa dengan empat hingga lima langkah ke depan dalam merencanakan segala hal. Jika kita melakukan perencanaan dengan begitu kompleks, maka apapun yang terjadi solusinya menjadi sederhana. Sebaliknya, bila perencanaan dilakukan secara sederhana, maka solusinya bisa menjadi kompleks. Jangan ambil risiko bila kita tak dapat memprediksi lebih jauh. Semoga insiden tersangkutnya Kapal Ever Given di Terusan Suez menjadi yang terakhir di tengah pandemi saat ini.
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012