Message of Monday – Senin, 19 April 2021 Berbagi dari Titik Nol Oleh: Sonny Wibisono *
“Kesuksesan dan kebahagiaan akan sangat berarti jika kau mau berbagi dengan orang lain.” -- Albert Camus, penulis dan peraih nobel sastra (1956) dari Perancis, 1913-1960
Bila Anda pulang bekerja atau dalam perjalanan saat berkendara menjelang berbuka puasa, akan banyak terlihat di jalanan kota Jakarta orang yang membagikan makanan dan minuman untuk berbuka secara cuma-cuma. Mereka yang membagikan tak hanya sekumpulan orang, ada pula yang melakukannya secara perorangan.
Hal yang lazim sebenarnya kita jumpai. Mungkin tak hanya di Jakarta saja, tapi juga kota-kota lain di Indonesia. Hal yang luar biasa ialah gerakan ini dari tahun ke tahun semakin meningkat. Apakah karena keadaan ekonomi semakin membaik? Not really. Kita sama-sama tahu, hampir di seluruh dunia tak terkecuali negeri ini, dilanda pandemi virus covid yang membuat kegiatan ekonomi terganggu. Semangat berbagi ini tentu saja perlu terus digalakkan. Setiap orang diharapkan makin tergerak untuk melakukan fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebajikan.
Tapi ada satu peristiwa menarik beberapa hari lalu, saat yang membagikan makanan tersebut berasal dari komunitas pengemudi ojek daring. Saya tahu persis bagaimana sulitnya mereka bertahan hidup di tengah pandemi saat ini. Beberapa kali saya mengobrol dengan mereka. Selain orderan berkurang, mereka pun masih harus bersaing dengan sesamanya. Maklum, daya beli masyarakat memang cenderung turun. Hal ini tentu mempengaruhi pendapatan mereka. Jadi, kerelaan berbagi yang dilakukan para pengemudi ojek daring tersebut di tengah situasi yang sulit ini sungguh luar biasa.
Berbagi saat kita mempunyai kelebihan memang dianjurkan. Tapi berbagi saat kita mengalami kekurangan, mungkin satu hal yang sulit dilakukan. Nah, apalagi saat pandemi seperti sekarang ini. Bayangkanlah yang dilakukan ojek daring tersebut. Pada saat kekurangan, disanalah keikhlasan dan kesabaran kita sesungguhnya diuji. Dan bukankah kesabaran seseorang diuji pada saat mereka berada dalam kekurangan?
Berbagi di saat mengalami kekurangan merupakan esensi dari suatu pertolongan. Saat kita merasa kekurangan, namun bisa memberikan pertolongan pada orang yang membutuhkan, dapat menimbulkan rasa bahagia yang tak terkira. Disanalah, sejatinya kita merasakan apa yang juga dirasakan oleh orang yang mengalami kesulitan tersebut. Sadar atau tidak, kita telah melakukan empati. Melakukan empati pada hakikatnya kita mencoba ’mendengarkan’ seseorang hingga ke dasar terdalam cara berpikirnya. Kita mencoba mendalaminya dan melihat dari sudut pandang pemahamannya. Termasuk pula dapat memahami apa yang dirasakannya. Apa yang dirasakan orang yang mengalami kesulitan, yang mungkin membutuhkan uluran tangan kita itu pulalah yang saat itu kita rasakan. Singkatnya, empati adalah bersatunya rasa.
Kebahagiaan memang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Memberi dalam keadaan berkelimpahan, mungkin merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi sang pemberi. Tapi bukankah itu suatu hal yang biasa. Nah, kebahagiaan memberi di saat kekurangan, bisa jadi merupakan satu hal yang luar biasa. Perlu diingat, memberi tak harus berupa materi. Bisa berupa apa saja. Memberi senyum dikala hati seseorang dalam keadaan gundah gulana dapat memberi makna yang berbeda dikala ia tersenyum dalam keadaan hatinya riang gembira.
Nah, mulai saat ini, tak perlu ragu untuk memberi. Apa pun. Dan tak perlu pula melihat lagi berapa isi dompet Anda untuk menghitung uang yang tersisa. Apalagi di bulan Ramadhan yang penuh berkah dan karunia ini, ditambah di tengah situasi ekonomi yang sulit. Orang bijak berkata, saat kita berbuat kebaikan pada orang lain, sesungguhnya kita sedang membantu diri sendiri, agar menjadi lebih bahagia dan satu saat kita akan terbantu bila mengalami kesulitan dari jalan yang tak disangka-sangka. Bukan begitu sahabat?
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012