Message of Monday – Senin, 25 Januari 2021 Bersahabat dengan Alam Oleh: Sonny Wibisono *
"Lihatlah jauh ke dalam alam, dan kemudian Anda akan memahami segalanya dengan lebih baik." -- Albert Einstein, fisikawan, 1879-1955
Ada pemeo di dunia ini yang mengatakan ‘bila ingin hidup dengan tenteram, bersahabatlah dengan alam.’ Pemeo ini memang sudah usang, tapi menjadi sangat relevan saat ini. Berbagai bencana yang terjadi di negeri ini di awal tahun 2021 setidaknya menunjukkan keterkaitan hal tersebut. Masyarakat percaya bahwa ada bencana yang disebabkan ulah tangan manusia, ada pula yang memang karena alam yang menjaga keseimbangannya, misalnya saja meletusnya gunung berapi.
Keterangan resmi BNPB dalam cuitan di laman Twitter, Sabtu 23 Januari 2021 mencatat sebanyak 197 bencana terjadi di seluruh negeri ini sejak tanggal 1 hingga 23 Januari 2021. Bencana alam yang paling dominan ialah bencana banjir. Tercatat banjir sebanyak 134 kejadian. Kemudian disusul tanah longsor sebanyak 31 kejadian, dan berikutnya puting beliung sebanyak 24 kejadian.Bencana ini tentu saja menyebabkan kerugian. Setidaknya 184 orang dinyatakan meninggal dunia akibat bencana, lebih dari 2700 mengalami luka-luka. Sebanyak 9 orang dinyatakan hilang. Pengungsi mencapai 1,9 juta jiwa. Sedangkan kerugian materi tak terhitung jumlahnya.
Musibah banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan dan daerah lainnya, bisa saja terjadi di daerah lainnya di negeri ini. Terlepas dari pro dan kontra penyebab banjir, apa sih sebenarnya yang bisa kita lakukan? Kembali lagi ke awal tulisan ini, bersahabatlah dengan alam. Hari Lingkungan Hidup sedunia jatuh setiap pada 5 Juni. Masih lama memang. Pada 2017, tema perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2017 atau World Environment Day 2017 ialah ‘Connecting People To Nature’. Bila diterjemahkan bebas berarti ‘Berhubungan dengan Alam’. Dapat pula diartikan ‘Bersahabat dengan Alam’. Intinya disini, kita diingatkan bahwa setiap penduduk di seluruh muka bumi ini bergantung pada alam. Manusia juga diharapkan mampu menghargai hubungan antara manusia dengan alam.
Kita sebenarnya dapat berpartisipasi lebih terhadap alam dan lingkungan disekitar kita. Pertama dengan menjaga, kedua dengan memperbaiki. Bila pun kita tidak dapat melakukan kedua hal tersebut di atas, setidaknya kita tidak ikut-ikutan merusak. Seringkali kita tidak menyadari, jangan-jangan kita sendiri merupakan bagian dari problem itu sendiri. Contoh kecil, misalnya saja kita masih sering menggunakan plastik dalam setiap kegiatan kita.
Bersahabat dengan alam, dapat kita lakukan mulai dari hal yang terkecil. Mulailah dari rumah dan pekarangan sendiri. Misalnya saja menata tanaman dalam pot, bisa ditaruh di depan atau dalam rumah, digantung di tembok atau dimana saja. Sesempit apapun pekarangan, dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Hobi berkebun dan bercocok tanam di tengah pandemi ini oleh sebagian masyarakat merupakan hal yang sangat positif.
Kita dapat mengajarkan kepada keluarga, anak dan cucu kita untuk tidak membuang sampah sembarangan dan hal baik lainnya. Kita juga bisa mengurangi atau bahkan tidak menggunakan kantung plastik dan stereofom dalam setiap kegiatan. Begitu pula penggunaan botol minuman. Masa pandemi ini sayangnya membuat penggunaan plastik semakin meningkat tajam. Beberapa restoran dengan sistem pembelian take-away dan ojek daring masih banyak menggunakan plastik sebagai kemasannya. Begitu pula kalau kita memesan barang lewat toko daring, dimana paket yang dikirimkan masih menggunakan plastik. Mungkin bisa dicari solusi bersama dalam mengatasi masalah tersebut. Walau begitu, banyak pula resto, lembaga, dan usaha lain yang sudah tidak menggunakan plastik sama sekali. Misalnya saja beberapa sekolah mewajibkan anak muridnya membawa makanan dan minuman sendiri dari rumah. Mereka bahkan tidak menyediakan dispenser. Bila kedapatan sang murid membawa sampah plastik, tak boleh dibuang di sekolah dan harus dibawa pulang. Saat ini saya menggunakan tumbler sebagai alat minum sehari-hari. Apa lagi? Banyak tentunya. Mengkonsumsi segala sesuatu secukupnya dan tidak berlebihan, misalnya makanan, air, listrik, dan lain sebagainya.
Dalam skala yang makin besar, misalnya saja membuang dan mengolah limbah pada tempatnya. Hingga melakukan reboisasi dan tidak melakukan pembabatan hutan secara serampangan. Untuk skala ini, biarlah kewenangan pemerintah dalam mengatur kebijakannya.
Bila kesadaran ini dipupuk sejak awal dan kita tanamkan kepada keluarga kita, setidaknya kita sudah ikut andil mejaga kelestarian dan lingkungan di sekitar kita. Minimal tidak ikut merusak. Semoga ke depannya Indonesia menjadi lebih baik lagi.
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012