Message of Monday - Senin, 23 Juni 2008 Bicara Cermat, Komunikasi Efektif Oleh: Sonny Wibisono
”Aku begini, engkau begitu, sama saja.” -- Broery Marantika dalam ’Aku Begini Engkau Begitu’
DI HOTEL sejuta cerita terjadi. Ingat Trio Warkop DKI? Dalam sebuah filmnya, ada adegan yang geli bin kocak. Alkisah, Dono menjadi petugas front office di sebuah hotel. Kasino kerabat karibnya, yang berperan sebagai manajer hotel, berada disampingnya. Lalu seorang bule datang menghampiri untuk mengambil kunci. Tentunya si petugas hotel dengan ramah memberikan kunci. “OK, thank you,” ujar si bule. Sebagai orang Timur yang tahu sopan santun dan menjaga nama baik hotelnya, Kasino pun membalas dengan ramah, “Come back.” Maksudnya, terima kasih kembali. Si bule yang tadinya mau ngeloyor cabut, balik badan kembali. Namun si bule melihat Kasino dan Dono tenang-tenang saja. Dia pun hendak beranjak pergi lagi. Tak kalah sopan, dia berujar sekali lagi, “Thank you.” Lagi-lagi Kasino membalas, “Come back.” Begitu seterusnya.
Rasanya perut ini langsung kejang. Lucu bin kocak. Si bule yang polos dan si Melayu yang sopan, beradu santun tapi malah runyam akibatnya. Persoalan komunikasi memang bahan guyonan paling gayeng. Di mana pun akan menjadi lelucon nan gurih. Lawakan Srimulat pun bisa bertahan, salah satu resepnya karena mereka pintar membelit-belitkan kata sehingga menjadi humor yang segar.
Namun dalam dunia nyata pun, hal itu bisa saja terjadi. Kisah nyata ini menimpa Yudono, seorang pemuda asal Semarang, Jawa Tengah. Pada suatu hari, Yudono bepergian ke Inggris. Dia menginap di sebuah hotel. Nah, kali ini si bule yang menjadi ’Dono’. Sebelum menyerahkan kunci kamar, si resepsionis pun bertanya. “What is your name?” Pertanyaan yang sopan bukan? “Yudono,” jawab si pemuda itu dengan enteng. Dari mimiknya, si bule menunjukkan keterkejutan yang sangat. Ia pun berkata,”Yes, I know.” Sekali lagi, si bule bertanya. Jawabannya tentu saja tak berubah, karena memang namanya Yudono. Pertanyaan itu diulang hingga tiga kali. Di kuping si bule, mungkin kata yang terdengar: ”You don’t know.” Kontan si bule gusar bin tersinggung. “I know. That is why I am asking you,” ujarnya sambil geregetan. Tak kalah geregetannya, Yudono pun menunjukkan paspornya. Urusan pun selesai. Eh, sekarang skor berubah: 1-1. Bukan cuma si Melayu yang terlihat sepertinya salah yang bisa membuat si bule kebingungan. Tapi juga bisa sebaliknya. Si bule yang pendengarannya salah tangkap, si Melayunya yang kelimpungan.
Miskomunikasi dalam skala yang kecil, teramat enak untuk dimainkan. Toh akibatnya tidak terlalu runyam. Paling banter juga mangkel, tapi setelah itu terbitlah tawa. Hanya kalau persoalan yang serius, akibatnya sungguh luar biasa. Ini cerita yang lain.
Pada tahun 1996, dunia mencatat terjadinya kecelakan terburuk sepanjang sejarah penerbangan. Saudi Arabian Airlines dengan Nomor Penerbangan 763, merupakan pesawat Boeing 747 yang menerbangi trayek Delhi, India menuju Dhahran, Arab Saudi. Pesawat ini mengalami kecelakaan fatal karena bertabrakan di udara dengan Air Kazakhstan dengan Nomor Penerbangan 1907, yang pada saat bersamaan menerbangi trayek Shymkent, Kazakhstan menuju Delhi, India. Kecelakaan tersebut menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 316 penumpang dan 33 awak. Lo, kok bisa terjadi tabrakan? Ternyata terjadi salah mengerti komunikasi antara pilot pertama dan pilot kedua. Disuruh belok ke satu sisi, malah belok ke sisi yang lain. Begitulah kira-kira. Alhasil, kedua pesawat itu berciuman di udara. Tragis memang. Hanya karena salah menangkap makna kata.
Dari tiga kisah ini bolehlah kita berkesimpulan, komunikasi akan efektif tercapai bila pesan telah sampai dari si pembawa pesan kepada si penerima pesan dan hasil nyata tindakan sesuai dengan yang diinginkan. Seringkali kita melakukan komunikasi dan yakin betul bahwa pesannya telah sampai. Benarkah demikian? Pesan mungkin saja sampai ke si penerima pesan, masalahnya, apakah sesuai dengan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, untuk memastikannya, tentu saja kita harus melakukan check dan recheck terlebih dahulu. Walaupun tentu saja bukan hal yang mudah bilamana diterapkan dalam situasi dan kondisi tertentu, seperti misalnya pilot pesawat terbang nahas itu.
Tapi upayakan, samakan persepsi terlebih dahulu. Bagaimana kalau bingung? Jangan pegangan kalau bingung. Kalau memang bingung, pakai bahasa Tarsan juga tak jadi soal. Yang penting, pesan itu telah sampai dan dimengerti betul oleh si pembawa dan si penerima pesan. Sepele sih, tapi kalau terjadi kesalahan komunikasi, fatal akibatnya. Nah, sekarang, latihlah gerak lidah Anda, paling tidak bisa mencegah slip of the tongue alias keseleo lidah yang bisa berakibat salah dalam berkomunikasi. (230608)