Message of Monday – Senin, 20 September 2010 Dua Kisah Perjalanan Turis Oleh: Sonny Wibisono
"Don't believe what your eyes are telling you. All they show is limitation. Look with your understanding, find out what you already know, and you'll see the way to fly.” -- Richard Bach, penulis asal Amerika
JOANNES Rutten melakukan nazar kepada cucunya, Nick yang berusia 15 tahun. Sang kakek yang berusia 70 tahun itu berjanji mengajak cucunya mengunjungi saudaranya di kota Sydney, Australia. Sang kakek dan cucu tinggal di bagian selatan Belanda. Perjalanan yang jauh dan tentu saja memakan biaya yang tak sedikit. Tak aneh bila sang kakek harus bekerja keras mengumpulkan uang. Ia harus rela menjadi tukang koran sebagai tambahan uang saku.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan wajah riang, mereka akhirnya naik pesawat yang diterbangkan dari Bandara Schiphol, Amsterdam. Tapi alangkah terkejutnya mereka berdua ketika pesawat telah mendarat. Ternyata mereka sampai di ujung belahan dunia yang lain. Walau sama-sama bernama Sydney, tapi bukan di Sydney, New South Wales, Australia yang mereka inginkan, tapi Sydney, Nova Scotia, Canada. Mengapa mereka bisa nyasar sedemikian jauh? Lebih dari 17 ribu mil jauhnya antara Sydney di Canada dan Sydney di Australia. Seharusnya tujuan perjalanan ke arah timur, tapi ini justeru malah ke arah barat.
Rutten dan Nick tak sadar bila mereka telah nyasar. Tapi pertanyaannya, kenapa mereka bisa lolos dari petugas imigrasi? Agak sulit dipercaya memang. Tapi begitulah faktanya. Setelah diusut, kesalahan ada pada agen perjalanan di Belanda. Rutten dan Nick hanya tahu beres saja. Nyasarnya Rutten dan Nick jelas membuat repot banyak pihak, mulai dari mereka sendiri, keluarga, petugas imigrasi, agen perjalanan, dan tentu saja pihak kedutaan yang mau tak mau harus terlibat. Tapi ada untungnya juga, Rutten dan Nick bisa keliling dunia dengan gratis.
Kasus nyasarnya Rutten dan Nick jelas karena keteledoran manusia. Kesalahan yang sebenarnya dari awal dapat dihindari. Tapi dalam hidup, selain ada hal yang memang bisa kita hindari, tapi ada pula hal yang tak bisa kita hindari sama sekali.
Simaklah pengalaman seorang rekan yang hampir gagal terbang. Seorang kerabat karib yang menetap di Jerman merencanakan mengunjungi tanah air. Ia pun bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Setelah sembilan tahun menunggu, hari yang ditunggu-tunggu untuk berangkat pun tiba. Tak lupa ia mengajak mertuanya ikut serta.
Tapi apa daya. Berita buruk datang bersamaan dengan hari keberangkatannya. Letusan Gunung Eyjafallajoekul di Islandia Maret lalu mementahkan segalanya. Letusan itu menyebabkan muntahan abu vulkanik yang menyebar kemana-mana. Membahayakan bagi penerbangan yang dapat merusak mesin pesawat. Seluruh penerbangan dari dan ke Eropa akhirnya ditunda hingga batas waktu yang ditentukan kemudian.
Sang rekan sempat tak percaya mengetahui hal itu. Nyatanya, bukan ia saja yang terkejut dengan berita tersebut, tapi juga ratusan orang di seluruh belahan dunia dikabarkan sedih, marah, dan emosi campur aduk lainnya karena tak bisa datang dan pergi ke tempat tujuan mereka di Eropa. Setelah berhari-hari menunggu, akhirnya ia bersama keluarganya berangkat juga ke Jakarta, setelah pihak yang berwenang membuka jalur dan memperbolehkan penerbangan. Kerja keras menabung selama bertahun-tahun akhirnya dapat terwujud.
Apa yang dapat dipetik dari dua kisah di atas? Dalam kisah sang rekan yang bepergian dari Jerman menuju Jakarta, semua sudah direncanakan dengan matang. Tapi nyatanya bisa meleset juga. Siapa yang dapat menduga akan terjadi bencana alam. Suatu kejadian yang jelas, tak dapat dihindari.
Lain halnya dalam kasus nyasarnya Rutten dan Nick. Satu kesalahan berefek domino pada kesalahan berikutnya. Sungguh fatal. Masalah menjadi runyam, ketika tidak di cek dan ricek oleh sang kakek dan cucunya. Maklum, sang kakek hanyalah tinggal di daerah terpencil. Ia berpikir semuanya akan beres bila ditangani agen perjalanan. Lucunya, ternyata kasus ini bukan yang pertama. Sudah ada dua kasus sebelumnya, dimana tujuan utamanya adalah Sydney di Australia, tapi tibanya di Sydney, Canada.
Kasus ini juga memberi pelajaran bahwa jangan terlalu mempercayai suatu sistem yang telah berjalan. Tetap harus ada reserve walau hanya satu persen sekalipun. Tak peduli bila sistem dikatakan telah teruji dengan baik. Selama masih ada faktor manusia yang terlibat di dalamnya, jangan mempercayai mentah-mentah suatu sistem. Apalagi bila risiko yang ditanggung lebih besar dibandingkan dengan upaya untuk sedikit lebih teliti ternyata tak sebanding.
Dalam kehidupan yang kita alami, kadang terjadi kejadian pahit dan menegangkan. Namun, bagi yang teliti, semua bisa menjadi manis. Kelalaian yang terjadi dalam contoh di atas sebenarnya tidak perlu terjadi bila kita mau meluangkan waktu sedikit saja untuk lebih teliti. Kecepatan memang penting, tetapi ketepatan lebih penting lagi. Jadi, jangan ragu-ragu meluangkan waktu ekstra Anda untuk lebih teliti dalam segala hal.