Message of Monday – Senin, 29 Agustus 2022 Hanya Memberi, Tak Harap Kembali Oleh: Sonny Wibisono *
“Charity begins at home, but should not end there.” -- Anonim
Satu warteg di daerah Jakarta Selatan tetiba menjadi viral dalam beberapa hari terakhir. Apakah karena warteg itu laris manis, sehingga pengunjung membludak tak kebagian tempat duduk? Ternyata bukan itu.
Warteg alias warung Tegal adalah satu jenis usaha gastronomi yang menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Nama ini sudah melekat di benak masyarakat kita sebagai warung makan kelas menengah ke bawah yang umumnya berada di pinggir jalan. Baik yang berada di Kota Tegal itu sendiri, maupun di tempat lain. Baik yang dikelola oleh warga asli Tegal, maupun dari daerah lain.
Nah, saat kebakaran melanda pemukiman padat penduduk di daerah Simprug belum lama ini, Warteg Pesona Dua Putri, demikian nama yang diberikan pemiliknya, lolos dari terjangan api yang berkobar. Padahal, di belakang, kanan, dan kiri warteg tersebut bangunannya ludes dilalap api. Ah, mengapa bisa begitu?
Fenomena ini memang tidak biasa. Saat semua ludes terbakar, warteg itu masih berdiri kokoh. Hanya terlihat gosong saja. Tapi pihak Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan memiliki penjelasan tersendiri. Mereka menjelaskan kompartemenisasi menjadi satu faktor warteg tak terkena kebakaran. Padahal, ratusan rumah lain hangus terbakar. Karena terkompartemenisasi itulah, warteg jadi terlindungi dari potensi rambatan api. Teknis memang.
Tapi tetap saja, kejadian ini bagi sebagian orang sulit dicerna dengan akal sehat. Bila dilihat secara seksama, konstruksi bangunan warteg itu juga terbuat dari bahan bangunan yang biasa saja. Bukan dari bahan bangunan premium. Sama seperti bangunan lainnya di sekitarnya.
Jadi apa yang membuat warteg itu tak ikut-ikutan terbakar? Ada warga yang mengatakan bahwa warteg itu rutin memberikan makanan gratis di hari Jumat bagi para kaum duafa. Istilah kerennya, Jumat Berkah. Cerita ini memang tersebar dari mulut ke mulut. Sebagian warga sekitar percaya karena hal itulah menyebabkan warteg lolos dari lumatan api.
Tapi namanya hidup, ternyata ada pula sebagian warga yang tidak setuju dengan fenomena tersebut. Ada warga sekitar yang membantah soal Jumat Berkah dari warteg ini. Atau jangan-jangan berbaginya di tempat lain? Entahlah. Kabar terakhir, warteg itu menjadi korban vandalisme coretan beberapa warga yang kesal.
Asumsikan saja cerita soal berbagi warteg itu benar adanya. Memang, bicara keajaiban berbagi seakan tiada habisnya. Saya teringat istilah keajaiban ‘Marci Smimoff’. Smimoff merupakan motivator terkenal asal negeri Paman Sam. Pada zamannya, ia mungkin bisa disejajarkan dengan Mario Teguh, motivator kondang negeri ini. Smimoff menulis satu buku best-seller yang berjudul, ’Happy For No Reason’.
Dalam bukunya ia menulis bahwa ia telah mengeluarkan 27 barang selama 9 hari berturut-turut dari rumahnya, atau bila ditotal 243 barang. Barang-barang bekas, jarang dipakai, yang sebenarnya masih bisa digunakan, bahkan barang-barang yang tergolong baru sekalipun. Kemudian barang-barang tersebut diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Sebenarnya, apa yang dilakukan Shimoff bukanlah hal baru, karena seperti yang ditulis olehnya, ini merupakan ritual feng shui. Schimoff menamakannya dengan ‘give-away game’.
Lantas, apa yang diperoleh oleh Shimoff kemudian? Ia mengatakan bahwa beberapa keajaiban menghampiri dirinya, dan bukan itu saja, ujarnya, “I feel lighter, clearer, and more excited about what I get to create next in life. I've done this practice three times now, and each time, wonderful things have happened.”
Cara Smimoff ini pun lantas ditiru oleh banyak orang. Tak terkecuali di negeri ini. Kisah-kisah keajaiban pun bermunculan. Bahkan waktu itu, kawan saya, seorang penulis terkemuka ahli grafologi, Bayu Ludvianto bercerita, koleganya di pagi hari mendapatkan BMW 320i! Hanya gegara berbagi terhadap sesama dengan menerapkan teori Smimoff. Terlihat bombastis memang. Tapi begitulah ceritanya.
Jadi, apakah tidak tersentuhnya warteg itu dari api karena rutin memberikan sedekah di hari Jumat? Wallahualam. Tak ada yang tahu pasti. Tapi yang perlu di garis bawahi disini, jauhkan pikiran bahwa tujuan memberi kepada orang lain bukan untuk mengharap keajaiban datang. Berbagi ya berbagi. Dengan tujuan mulia terhadap sesama.
Walau begitu, saya percaya hukum kekekalan energi. Hukum kekekalan energi mengatakan, tiada energi yang hilang bila dikeluarkan. Ia akan kembali dalam bentuk lain. Begitu pula dalam soal berbagi. Ya, berbagi. Ia tak akan hilang walau Anda telah memberikannya.
Bisa jadi kita tidak sadar saat energi itu, atau sebutlah keajaiban, kembali lagi dalam bentuk yang lain. Misalnya saja, usaha yang semakin maju, pekerjaan yang dimudahkan, atau keluarga dalam keadaan sehat.
Nah, mulai sekarang, banyak-banyaklah memberi. Bila sudah? Perbanyak lagi. Memberi maaf. Memberi senyum. Memberi makanan. Memberi kemuliaan. Dan sebaiknya, tak usah berharap keajaiban akan datang. Karena itulah kebahagiaan sesungguhnya yang didapatkan. Kebahagiaan memberi. Seperti yang dilakukan ibu terhadap kita: ’hanya memberi, tak harap kembali.’
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012