Message of Monday – Senin, 6 September 2021 Kesempatan Kedua Oleh: Sonny Wibisono *
"...apakah buku diri ini harus selalu hitam pekat, apakah dalam sejarah orang mesti jadi pahlawan, sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum, dengan sinar mataNya yang lebih dari tajam dari matahari…" -- Ebiet G. Ade dalam 'Kalian Dengarkan Keluhanku'
Seorang artis dihukum atas kejahatan yang dilakukannya. Dakwaannya, dan itu terbukti di pengadilan, melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dan melakukan penyuapan ke penegak hukum terhadap kasusnya tersebut. Ia akhirnya bebas setelah mendapat remisi. Saya tak hendak beropini mengenai kasus hukumnya.
Setelah bebas, kehadirannya di tengah masyarakat teryata menimbulkan polemik tersendiri. Banyak yang pro. Tak sedikit pula yang kontra. Stasiun televisi yang mengundangnya sebagai narasumber dihujani kritik tajam.
Netizen mengatakan tidak selayaknya seseorang yang telah melakukan tindakan kejahatan seksual diberi panggung. Hal ini dapat mengakibatkan efek negatif bagi masyarakat Indonesia yang menontonnya. Untuk urusan penyiaran, biarlah lembaga yang berwenang yang menindaklanjutinya. Dalam hal ini KPI.
Tapi benarkah seorang yang telah melakukan kejahatan, apapun itu, tidak boleh kembali kemasyarakat untuk memperbaiki kehidupannya? Saya percaya bahwa setiap orang berhak untuk masa depan yang lebih baik. Bukankah Tuhan Maha Pengampun dan memaafkan setiap kesalahan hamba-hambaNya?
Bila Anda diberi kesempatan lagi untuk memperbaiki hidup Anda, itu artinya Tuhan masih sayang dengan Anda. Hukum di negeri ini memang masih memungkinkan seseorang yang bahkan dikategorikan melakukan kejahatan besar, dapat hidup kembali di tengah masyarakat setelah keluar dari penjara. Mulai dari kasus pembunuhan, kejahatan seksual, hingga korupsi sekalipun. Dalam beberapa kasus kriminal, termasuk pembunuhan, ada memang terdakwa yang divonis hukuman mati. Ada yang dipenjara seumur hidup. Ada pula yang dibui hanya beberapa tahun saja.
Coba lihat negara lain. Di sebagian negara Arab, diperlakukan hukum Qisas. Utang emas dibayar emas. Utang nyawa dibayar nyawa. Seseorang dapat lolos dari hukuman pancung atau mati di tiang gantungan bila dimaafkan oleh keluarga korban. Pelaku kejahatan seksual bahkan dihukum rajam. Seorang yang dihukum dengan ditaruh dilubang dan dilempari batu hingga menemui ajal. Sedangkan pelaku pencurian tanpa ampun dipotong tangannya.
Nah, untungnya, atau malah sayangnya, hal itu tak berlaku di negeri ini. Di negeri ini, seseorang masih bisa diberi kesempatan kedua. Bahkan mungkin ketiga dan seterusnya. Saya teringat apa yang dikatakan Pak Mar’ie Muhammad, seorang pejabat pada zamannya yang terkenal jujur, bersih, dan amanah. Saat saya mendampingi beliau, ia pernah mengatakan, bila seseorang melakukan kesalahan, maafkan dia. Bila ia melakukan kesalahan lagi, maafkan lagi. Dibuat lagi kesalahan yang ketiga kali? Maafkan lagi. Beri ia kesempatan. Begitu seterusnya.
Seseorang yang telah dihukum penjara dan akhirnya bebas, artinya secara hukum ia telah membayar atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Ia telah menebusnya. Pertanyaannya, bagaimana dengan korbannya sendiri atas kejahatan yang telah dilakukannya? Bila ia dapat mengganti kerugian secara materi, setidaknya itu lebih baik. Bila tidak, ia dapat meminta maaf terhadap keluarga korban. Apakah dimaafkan atau tidak, itu hal lain.
Memang, bentuk kerugian apalagi yang menyangkut moril dan kejiwaan, tak bisa dinilai secara materi. Tapi perlu diingat, pelaku yang keluar dari penjara, sudah dihukum atas kesalahan yang diperbuatnya. Ia sudah membayar kesalahannya. Apakah adil atau tidak, tentu saja sangat subyektif dari sudut pandang manusia.
Tapi kita juga harus bersikap fair. Di satu sisi, kita perlu memberi ruang positif terhadap seseorang. Di sisi lain, kita tentu tidak buta terhadap kebodohan yang dilakukan seseorang. Melakukan selebrasi selepas keluar dari penjara dengan menaiki mobil mewah Porsche warna merah merupakan tindakan yang tidak pantas. Jangan salahkan bila masyarakat kemudian mencibirnya. Tak heran bila banyak netizen berkomentar, baru bebas saja sudah berulah lagi. Harusnya ia merenung atas apa yang telah dilakukannya.
Jadi apapun bentuknya, saya tak setuju bila pelaku kejahatan apapun diberi panggung. Masyarakat harus dapat berpikir kritis. Mana yang perlu melakukan selebrasi. Mana yang tidak. Pihak media harusnya juga bisa bersikap bijak.
Tapi ingat, seseorang tetap berhak untuk masa depan yang lebih baik. Ia berhak memperbaikinya. Kesempatan kedua tidak selalu datang menghampiri ke setiap orang. Ada alasan tertentu yang hanya Tuhan yang tahu mengapa seseorang masih diberi kesempatan sekali lagi dalam hidup.
Tapi benarkah kesempatan kedua hanya untuk segelintir orang saja? Secara filosofi, bila Anda percaya bahwa matahari ‘kan selalu bersinar, maka pergantian hari sesungguhnya adalah kesempatan kedua bagi setiap orang. Bukan begitu kawan?
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012