a a a a a a a a a a a a a a a
Ketika Sang Kawan Berbohong
Message Of Monday

Message Of Monday

Home /
/ Ketika Sang Kawan Berbohong
Ketika Sang Kawan Berbohong

Ketika Sang Kawan Berbohong

Message of Monday – Senin, 6 September 2010
Ketika Sang Kawan Berbohong
Oleh: Sonny Wibisono

“Don't judge a book by its cover.”
-- Peribahasa Amerika

PAGI hari seorang teman mengabarkan lewat pesan pendek anaknya telah wafat. Saat itu juga sang teman pun dihubungi untuk mengetahui detail berita tersebut. Dalam percakapan di telepon, ia menceritakannya sambil menangis sesunggukan. Siapapun yang mendengarnya tentu akan sedih. Apalagi bila yang mendengarnya musibah tersebut juga mempunyai anak yang seusia.

Kabar ini pun menyebar dengan cepat ke teman-teman yang lain. Atas inisiatif dari beberapa rekan, digalanglah dana untuk membantu sang teman. Hari itu juga, uang yang terkumpul segera ditransfer ke sang teman.

Menjelang tengah hari, seorang teman lain mengabarkan bahwa saudaranya melihat sang anak yang dikabarkan meninggal tersebut sedang asyik bermain di rumah tetangganya. Nah, lantas mana informasi yang benar? Si anak telah meninggal dunia atau masih dalam keadaan sehat wal-afiat. Tak ada jalan lain, kecuali memeriksa ke rumah yang bersangkutan. Akhirnya, diperoleh kepastian bahwa sang anak memang dalam keadaan sehat wal-afiat tak kurang sesuatu apapun.

Informasi mengenai kabar yang tidak benar mengenai meninggalnya sang anak akhirnya diklarifikasi. Sulit untuk tidak mempercayai kabar berita tersebut pada awalnya. Mengapa? Karena sumber berita tersebut, yang mengabarkan anaknya meninggal berasal dari ayah kandungnya sendiri. Pertanyannya kemudian, mengapa ia berbohong. Mengapa ia dengan begitu teganya mengabarkan anaknya yang masih segar bugar telah meninggal? Sulit dipercaya.

Akhirnya memang beredar rumor bermacam-macam. Klarifikasi yang dibuat, tentu tidak perlu dibumbui segala rumor yang belum tentu benar. Klarifikasi dibuat tentunya harus berdasarkan fakta yang terjadi. Cukup dijelaskan bahwa sang anak masih dalam keadaan segar bugar.

Berbohong, jelas salah. Apapun alasannya. Yang tidak dimengerti disini ialah mengapa sang teman mau melakukan hal itu. Sampai kita mengetahui dengan jelas apa alasan sang teman mau melakukan itu, barulah kita mungkin akan paham dengan tindakannya. Tapi mustikah kita berpikir positif dalam hal ini?

Berpikir positif dalam segala hal jelas perlu. Sebelumnya, Anda pernah mendengar teori lingkaran? Dalam hubungan antar manusia, dapat dianalogikan dengan beberapa lingkaran dengan berbagai ukuran. Ada yang ukurannya sama, lebih kecil, atau lebih besar. Katakanlah manusia ibaratnya sebuah lingkaran. Begitu pula yang lainnya. Nah, bagaimana bila kita memandang orang lain tersebut? Misalnya kita memandang atasan, teman sekantor, bawahan, orang yang lebih tua, atau bahkan saudara kandung kita sendiri.

Bila kita mempunyai teman yang sederajat dengan kita, dalam pengertian teman satu kantor atau teman semasa sekolah dahulu, maka lingkaran diri kita sendiri dengan sang teman sama besarnya. Bila kita melihat, katakanlah orang yang lebih tua atau seseorang yang posisi dalam pekerjaannya lebih tinggi, maka kita melihat lingkaran itu lebih besar. Begitu pula sebaliknya, kita akan melihat lingkaran yang lebih kecil bila kita melihat orang yang lebih muda atau bawahan kita.

Pertanyaannya adalah, bila lingkaran lingkaran tersebut dihadapkan satu sama lain, apa yang akan terlihat oleh masing-masing lingkaran? Sebuah lingkaran, apakah itu sama besar ukurannya, lebih besar, atau lebih kecil dari lingkaran dihadapannya, dipastikan akan melihat hanya satu sisi saja. Lingkaran akan melihat setengah dari lingkaran yang lainnya. Ia tak akan dapat melihat secara penuh. Artinya, ada sisi di bagian belakang yang tak terlihat. Apa artinya?

Itulah yang dimaksudkan disini, bahwa bila kita melihat orang lain, kita hanya melihat apa yang tampak didepannya saja. Artinya, kita tak pernah tahu ada sisi-sisi lain yang hanya diketahui oleh orang itu sendiri. Jangankan ia yang mungkin seorang teman Anda atau yang Anda kenal dekat dengannya, dengan saudara kandung sendiripun, Anda tak akan sepenuhnya dapat mengetahui.

Inilah pentingnya berpikir positif dalam keadaan apapun. Berpikir positif tak hanya kepada diri sendiri, tapi juga berpikir positif terhadap orang lain. Dalam buku ’The Secret’, diungkapkan bahwa berpikir positif menjadi dasar utama dalam mencapai kesuksesan. Bahkan orang yang sakit pun dapat sembuh hanya dengan berpikir positif.

Ketika kita belum mengenal seseorang, mungkin mudah untuk berpikir positif. Ambil contoh di jalan raya, ketika kita melihat sebuah mobil yang ngebut ugal-ugalan, dalam hati mungkin kita bisa berpikir, mungkin sang sopir atau penumpangnya ada keperluan mendesak sehingga harus sampai ke tempat tujuan, misalnya saja mengantar orang sakit. Who knows?

Tetapi bila kita sudah mengenal terlalu dekat, malah justeru terkesan sulit untuk berpikir positif. Contohnya, ya kasus di atas tadi. Mengapa sang teman melakukan hal tersebut. Mengapa ia berbohong. Siapa yang bisa mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi, kecuali tentunya, Yang Di Atas dan dirinya sendiri. Tidakkah ia semestinya berbicara apa adanya sebelumnya. Bila ia memang butuh uang, bukankah sebaiknya ia berkata jujur.

Dalam hal ini saya tidak hendak menduga-duga. Bila sang teman salah, biarlah ia yang menanggungnya sendiri. Apapun yang terjadi tetaplah selalu berpikir positif. Dengannya, hati menjadi tenang, pikiran menjadi jernih, saraf menjadi kendur, dan bekerja akan menjadi lebih semangat lagi. Mudah-mudahan Anda bersepakat dengan saya untuk hal ini.

* Photo by George Becker from Pexels
KOMENTAR

Latest Post

Tergoda Isu ViralTergoda Isu Viral
Selamat Datang 2023Selamat Datang 2023!