a a a a a a a a a a a a a a a
Melihat dengan Hati
Message Of Monday

Message Of Monday

Home /
/ Melihat dengan Hati
Melihat dengan Hati

Melihat dengan Hati

Message of Monday – Senin, 31 Januari 2022
Melihat dengan Hati
Oleh: Sonny Wibisono *

“Kedalaman makna hidup manusia ditentukan oleh kemampuan mereka untuk peduli kepada sesama."
-- Pablo Casals, musisi asal Spanyol

Seorang sopir TransJakarta mendadak menjadi terkenal setelah aksi heroiknya menggagalkan perempuan yang hendak bunuh diri. Peristiwa itu viral di media sosial. Sang perempuan malang itu hendak terjun dari flyover di daerah Jakarta Barat.

Kisah ini berawal saat bus TransJakarta melintas di sekitar flyover. Percobaan bunuh diri ini terjadi pada Selasa, 25/1/2022 lalu. Sang sopir yang saat itu melihat korban berdiri di pagar jembatan secara spontan langsung menghentikan busnya. Ia melihat sang perempuan menangis histeris. Kemudian sang sopir membuka jendela dan meminta perempuan itu untuk tidak loncat dari jembatan. Tak berapa lama sang sopir bergegas turun dari bus menghampiri korban mencoba menenangkannya.

Tapi bukannya menjadi tenang, korban makin berteriak histeris. Sang sopir tak berputus asa. Ia terus membujuk perempuan tersebut. Hingga saat sang sopir berhasil mengalihkan perhatiannya, dengan cepat ia merangkul perempuan tersebut. Singkat cerita, percobaan bunuh diri dapat digagalkan dan perempuan tersebut diserahkan ke pos polisi terdekat.

Aksi yang dilakukan sopir TransJakarta memang patut mendapat apresiasi. Terlepas dari takdir, ah, apa jadinya bila bus TransJakarta belum melewati flyover tempat kejadian. Ceritanya bisa menjadi lain. Waktu sepersekian detik pun sangat berharga. Bayangkan, di jalanan sekitar flyover sangat ramai. Banyak mobil, motor, dan pejalan kaki yang lalu lalang. Tak mungkin mereka tak melihat aksi nekat sang perempuan. Tapi semua seakan tak acuh dengan keadaan sekitar. Di saat orang-orang masa bodoh akan aksi nekat sang perempuan, sang sopir dengan rasa pedulinya yang tinggi berusaha menggagalkan percobaan bunuh diri tersebut.

Percobaan bunuh diri merupakan perkara serius. Di masa sulit seperti sekarang ini, tak aneh bila banyak orang yang merasa putus asa. Banyak penyebabnya. Tak hanya berkaitan dengan masalah ekonomi saja. Penelitian membuktikan pandemi Covid-19 memengaruhi kecenderungan orang Indonesia untuk melukai dirinya sendiri hingga yang paling ekstrem, berpikir untuk bunuh diri.

Laporan Perilaku Penggunaan Layanan Kesehatan Mental di Indonesia seri pertama yang digarap Into The Light Indonesia, komunitas pencegahan bunuh diri, bersama Change.org membeberkan hasil survei bahwa dua dari lima responden ingin melukai diri dan berpikir lebih baik mati selama dua minggu terakhir pada periode survei. Laporan tersebut mewawancara 5.211 responden dari 34 provinsi pada kurun waktu Mei hingga Juni 2021. Responden umumnya didominasi kelompok usia 18-34 tahun.

Aksi nekat sang perempuan merupakan satu fenomena yang mungkin jarang kita jumpai di sekitar kita. Sejatinya, ada banyak kejadian yang membutuhkan kepekaan dari lubuk hati kita yang terdalam. Kita mungkin melihat satu peristiwa dengan jelas. Tapi bukan dari hati. Ya, hanya sekedar melihat saja. Ada baiknya kita harus mempertajam rasa agar tidak acuh dengan kondisi sekitar. Kita harus peka terhadap keadaan sekitar. Kepekaan dapat terus tumbuh dengan mengasah empati.

Apa itu empati? Melakukan empati pada dasarnya kita mencoba 'mendengarkan' seseorang hingga ke dasar yang paling dalam cara berpikirnya. Kita mencoba mendalaminya dan melihat dari sudut pandang pemahamannya. Seandainya kita dapat memahami apa yang ia lihat, mengerti paradigma yang mendasarinya, maka kemungkinan besar kita dapat memahami apa yang dirasakannya. Singkatnya, empati adalah bersatunya rasa.

Namun persoalannya, tidak semua orang bisa melakukan hal itu. Hanya orang-orang terpilih, yang bisa memiliki perasaan yang kurang lebih sama dengan yang dialami orang lain. Hanya orang-orang tertentu pula yang peka membaca keadaan sekitar.

Kini, di saat negeri ini masih dilanda kesusahan akibat pandemi, sebenarnya kepekaan dan rasa empati itu dapat muncul dengan seketika. Yaitu saat membaca berita tentang penderitaan yang dialami masyarakat yang kurang beruntung atau yang paling konkret, melihat kondisi sekitar. Kepekaan akan kondisi sekitar dapat terus tumbuh bila kita senantiasa melakukan kontak sosial dengan orang-orang di sekitar kita.

Melakukan kontak sosial tak harus kita mendatangi langsung ke lokasi. Ada baiknya, Anda tak melulu jalan ke mall atau tempat keramaian yang penuh dengan kemewahan. Cobalah lakukan yang sebaliknya. Anda bisa mendatangi tempat-tempat kumuh misalnya. Dengan mengetahui kejadian secara langsung, hati akan dituntun untuk melihat dengan mata hati, otak pun kemudian akan berpikir, dan kemudian menimbangnya.

Sebagai makhluk sosial, seorang manusia sadar bahwa ia hidup tak sendiri. Satu saat nanti, ia meyakini akan membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Begitu pula sebaliknya, saat kita melihat seseorang yang mengalami kesusahan. Hati nurani kita biasanya langsung iba. Empati pun timbul. Nah, iba saja belumlah cukup. Kita dapat menawarkan uluran bantuan tanpa diminta sekalipun. Contohnya? Ya sopir Transjakarta itu. Ia dengan refleks dan sigap berusaha membantu perempuan malang yang hendak melakukan aksi nekat tersebut.

Pandemi belum benar-benar berakhir. Entah sampai kapan. Keadaan ini memberi pengalaman berharga bagi kita semua agar kepekaan dan empati kita makin terasah dengan baik. Semoga.

* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012

Foto: tangkapan layar video yang beredar

+++++

Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda pembaca yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.



KOMENTAR

Latest Post

Tergoda Isu ViralTergoda Isu Viral
Selamat Datang 2023Selamat Datang 2023!