Message of Monday - Senin, 28 April 2008 Memaafkan Oleh: Sonny Wibisono
“Tidak ada orang yang lahir untuk membenci terhadap sesama karena perbedaan warna kulit atau agama.” -- Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan
MAAF. Sebuah kata yang sangat pendek, tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Bila tak ada persoalan dengan kata ini, pasti takkan ada cerita ’Malin Kundang’. Takkan ada pula lagu ’Camelia 3’ yang dipopulerkan Ebiet G. Ade di tahun 1980-an. Bila si ibu memaafkan Malin, tentu dia tidak akan menjadi batu. Juga, tak akan ada pula bait-bait rasa bersalah dan penyesalan yang ditumpahkan oleh Ebiet G. Ade dalam ’Camelia 3’. Jadi, tak perlu lagi panjang-panjang kata mengupas soal kata yang hanya terdiri empat huruf tersebut. Intinya, maaf adalah proses lanjutan dari sebuah peristiwa tersakitinya atau tercederainya satu pihak oleh pihak lain. Ya, namanya juga hati sudah tercederai, sulit rasanya dengan mudah untuk diobati. Sebaliknya, orang yang tak termaafkan sepanjang hidupnya akan mengalami kegelisahan yang akan mengganggu hidupnya. Nah, tentu hal itu tidak kita inginkan. Karena namanya juga hidup, sekali waktu kita yang punya hak untuk memberi maaf pada orang lain. Di saat lain, untuk hal sekecil apa pun persoalannya, kita tohpasti pernah memohon maaf pada orang lain. Tentu kita tidak ingin perasaan bersalah terus mendekam dalam hati kita. Sebab, sungguh sangat tidak menyenangkan. Meminta maaf memang mudah, tetapi memberi maaf jauh lebih sulit dari yang dibayangkan. Masalahnya, bagaimana kita bisa memaafkan seseorang bila hati kita sudah sedemikian sakit atau malah telanjur remuk?
Mari sejenak kita buka lembaran sejarah untuk menemukan jawabnya. Anda tahu Nelson Mandela? Lengkapnya, Nelson Rolihlahla Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan. Mandela adalah orang yang terkenal dengan kerendahan dan kelapangan hatinya. Bayangkan, akibat aktivitas politiknya, dia beroleh ganjaran dibui selama 27 tahun. Sungguh tak mengenakkan. Bayangkan, teman-temannya bisa berkumpul dengan suami atau istrinya, membesarkan anak-anaknya. Sedangkan Mandela, sepanjang hari hanya berada di balik jeruji besi.
Nah, pada saat dia berkuasa menjadi presiden di negeri itu pada tahun 1994, dia sama sekali membuang dendam tersebut. Meskipun memiliki kekuasaan, Mandela tidak menggunakan kekuasaannya untuk balas dendam, ia justru memaafkan semua lawan-lawan politiknya. Hal tersebut tertuang dalam kata-katanya, "No-one is born hating another person because of the colour of his skin, or his religion." Manusia seperti Nelson Mandela hanya ada satu di antara sejuta, bisa jadi. Tapi, sikapnya itu bukannya tidak dapat memberikan inspirasi betapa agungnya seseorang yang dengan kerendahan hati membagi-bagikan maafnya pada orang-orang yang menzaliminya. Toh,kalau pun berpikir dosa, itu menjadi urusan manusia dengan Tuhannya.
Sebenarnya, memberikan maaf pada orang lain bukan saja meringankan langkah dan hidup orang yang pernah zalim, tetapi juga punya dampak bagi si pemberi maaf. Kurang percaya? Mari kita telaah buku yang berjudul ‘Forgive for Good’ atau istilah Melayunya, Maafkanlah demi Kebaikan, yang ditulis oleh Dr. Frederic Luskin. Luskin menjelaskan orang-orang yang memiliki sikap pemaaf sudah jelas memiliki kesehatan yang lebih dan dijamin hidupnya akan bahagia. Lo, kok bisa? Ini penjelasan lanjutnya. Saat kita memberikan maaf pada seseorang, tanpa kita sadari perasaan tenang merayap dalam tubuh. Ada sebuah penaklukan dalam diri kita terhadap sebuah kekesalan dalam tubuh kita. Nah, dengan begitu semua sikap buruk akan lenyap. Kemarahan telah padam dengan kesabaran yang dimiliki. Tentu hal ini akan sangat menguntungkan. Sebab, menurut. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang membahayakan. Lihat saja sekeliling Anda. Orang yang cepat marah dan menyimpan kemarahannya, sudah pasti tidak pernah memakai make updengan baik. Semahal apa pun kosmetik yang dipakainya, tak akan mampu mengusir kerutan dikulitnya. Jadi mulai sekarang, kalau mau mengikuti masehat Pak Luskin, mulailah menyetel emosi dalam tahap yang terkendali. Sehingga nantinya tidak meledak-ledak dan ujung-ujungnya bisa membakar tubuh. Orang seperti ini sihsudah jelas tak mudah punya stok welasmaaf yang bertumpuk. Ngeri ya? Pasti.
Sebuah artikel yang dirilis Harvard Women's Health Watch, 2005, menyatakan bahwa memaafkan seseorang yang melukai Anda bisa membuat keadaan mental dan fisik menjadi lebih baik. Ternyata memaafkan memiliki banyak kejutan yang tak terduga. Dan sangat mungkin, memberi maaf akan jauh lebih bermanfaat bagi Anda dibandingkan orang yang Anda maafkan. Mulai sekarang memang saatnya untuk lebih legowo dalam memaafkan seseorang. Tak mudah memang. Tapi keuntungannya banyak juga. Ini hanya beberapa saja:
Mengusir Stres Seburuk-buruknya sinetron yang beredar di televisi kita, ternyata ada satu dialog yang berhikmah. “Memangnya kalau gue balas bunuh dia, kekasihku akan hidup lagi?” Hikmah yang dapat dipetik sederhana saja, tak perlu mendendam. Ada penelitian soal itu. Orang yang menyimpan dendam secara berlarut-larut bisa membuat ketegangan atau tekanan yang dapat menyebabkan stres. Kalau ini yang terjadi, gawat deh, otot-otot menjadi tegang, tekanan darah meningkat, dan keringat mengucur deras seperti air terjun.
Jantung Pun Oke Sebuah penelitian menemukan hasil yang sepertinya tak berhubungan. Ternyata orang yang memaafkan mendapatkan tekanan darah dan detak jantung yang bagus. Nah, semakin sering memaafkan, akan bertambah baik juga fungsi kerja jantung Anda.
Lebih Mesra Saat bertengkar dengan pasangan, apa yang Anda lakukan? Banting piring? Waduh, itu sihwaktu zamannya piring masih murah. Sekarang, sayang sekali bila kebiasaan itu masih berlanjut. Mendingan,segeralah mencari jalan keluar dan berakhir dengan kata maaf yang tulus. Sebuah studi di tahun 2004 menunjukkan wanita yang selalu memaafkan dan bermurah hati terhadap pasangannya akan lebih mudah menyelesaikan konflik. Dengan seorang wanita yang pemaaf dan sabar, hubungan bisa terjalin lebih bertahan lama, lebih mesra, dan ehm, lebih romantis.
Mengurangi Rasa Sakit Penyakit punggung kronis ternyata punya hubungan dengan kemarahan. Orang yang bisa mengendalikan kemarahannya, niscaya rasa sakit dan rasa tegang bisa hilang. Bukan apa-apa, meditasi yang dilakukan untuk mengurangi kemarahan membuat tubuh menjadi rileks. Nah, kalau marah-marah terus, otot juga mengkeret dan tegang. Itu yang membuat punggung pun terasa sakit.
Lebih Bahagia Dimanapun juga, orang yang memberi lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang menerima. Pun begitu dengan maaf. Meski uang di rekening bank sudah susut, namun pada saat Anda memberikan maaf, tiba-tiba saja Anda merasa menjadi orang yang paling berbahagia. Survei menunjukkan orang yang membicarakan tentang maaf-memaafkan selama sesi psikoterapi, lebih menghasilkan perasaan bahagia dibanding mereka yang tidak.
Maaf, pada akhirnya, memang hanya sebuah kata, tetapi beribu makna. Orang yang pemaaf adalah mereka yang paling memahami makna tersebut. (280408)