“Conflict is inevitable, but combat is optional.” -- Max Lucado, penulis
Pemilik Stew Leonard's Supermarket di Connecticut, Amerika, memperkerjakan sang anak pada satu divisinya. Ternyata kerja sang anak pemilik supermarket itu sungguh mengecewakan supervisornya. Setelah mendapat pengaduan dari sang supervisor, si pemilik supermarket mengatakan bahwa ia akan menyelesaikan masalah itu secepatnya.
Selepas kerja, sang pemilik supermarket mengundang putranya ke rumahnya. Sebelum berbicara, sang ayah mengenakan sebuah topi yang ia sebut sebagai topi 'atasan' miliknya dan mengatakan kepada si anak bahwa ia telah memecatnya. Ia kemudian melepas topinya dan memakai topi lain yang ia sebut sebagai topi 'ayah'. Kemudian ia berkata bahwa ia sangat sedih mendengar anaknya kehilangan pekerjaan, dan bertanya apakah ia dapat membantunya.
Kisah di atas sebenarnya sering kita jumpai pula di negara ini. Sang Ayah yang memperkerjakan putra-putrinya di berbagai perusahaan yang dimilikinya. Tetapi bila ada masalah, tidak sampai memecat sang anak. Bahkan kebalikannya, supervisornyalah yang dipecat sang pemilik perusahaan.
Kisah diatas memperlihatkan bahwa telah terjadi benturan kepentingan antara sang pemilik perusahaan dengan karyawannya, yang juga merupakan putra dari pemilik perusahaan tersebut.
Benturan kepentingan, merupakan terjemahan dari ‘conflict of interest.’ Secara garis besar ’benturan kepentingan’ dapat didefinisikan sebagai benturan yang timbul ketika kepentingan seseorang memungkinkan orang lain melakukan tindakan yang bertentangan dengan pihak tertentu, yang kepentingannya seharusnya dipenuhi oleh orang lain tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal tersebut banyak kita jumpai tanpa disadari. Misalnya saja kita memarkir mobil di jalan, bukan di garasi, padahal jalan merupakan jalan umum; menelpon orang lain untuk urusan pribadi dengan menggunakan telepon kantor; menggunakan internet untuk urusan pribadi; menggunakan kendaraan kantor untuk urusan yang bukan untuk selain kantor; atau menggunakan fasilitas kantor yang bukan untuk urusan kedinasan; dan masih banyak lagi.
Kelihatannya memang sepele. Kita bahkan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa. Bahkan tanpa ada rasa bersalah. Tetapi patut diingat, bahwa hal-hal kecil seperti ini adalah awal dari dilakukannya suatu kesalahan besar.
Koruptor di negara ini, dalam melakukan tindakan kejahatannya, tidak ujug-ujug langsung melakukan korupsi. Mereka memulai dari hal-hal kecil seperti ini. Dari kebiasaan yang buruk dan terus dilakukan secara berulang-ulang inilah, akhirnya mereka berani melakukan kesalahan besar. Itulah pula, alasan yang dapat menjelaskan mengapa banyak sekali koruptor di negeri ini. Walaupun mungkin jarang yang masuk penjara, itu soal lain.
Kita memang dihadapkan pada keadaan yang dilematis ketika menghadapi masalah yang terkait dengan benturan kepentingan ini. Bahkan kadang bagai buah simalakama, ‘dimakan bapak mati, tak dimakan ibu yang mati’.
Nah, bagaimana agar kita dapat mengatasi masalah bila terkait dengan benturan kepentingan? Pertama kali, kita harus secara sadar dan bertanggungjawab mengetahui terlebih dahulu mana kepentingan yang merupakan wilayah publik dan mana wilayah pribadi.
Setelah kita mengetahuinya, berpikirlah dengan hati yang jernih. Dan bila kita mau berpikir ke depan, bukan untuk kepentingan sesaat, dengan tujuan mengutamakan kemashalatan orang banyak, maka kita dapat memutuskan kebijakan dan keputusan yang terbaik yang terhindar dari adanya benturan kepentingan.
Pada awalnya mungkin sulit, tetapi bila mau dan memang harus mau, maka selanjutnya akan mudah. Konflik terbesar adalah bukan diantara dua orang, melainkan diantara orang tersebut dengan dirinya sendiri. Tetapi bila dapat diatasi, maka kemenangan dari perang yang sesungguhnyalah alias the mom of the battle dapat kita raih. Bisa? Saya percaya, pembaca setia Message of Monday bisa melakukannya.
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012