Message of Monday – Senin, 15 Nopember 2021 Pesan dari Magelang Oleh: Sonny Wibisono *
"Jobs fill your pocket. Adventures fill your soul." -- Jaime Lyn Beatty
Ada poin yang menurut hemat saya perlu mendapat perhatian saat kami melakukan tugas keluar kota selama akhir pekan kemarin. Selama empat hari tiga malam, kami menginap di hotel yang terletak di dalam area wisata Candi Borobudur. Jadi, untuk masuk ke dalam Candi, hanya tinggal melangkah beberapa meter saja dari hotel.
Memang ketika kami menginap disana, tidak secara penuh selama empat hari berada di area wisata tersebut. Urusan lain membawa saya harus bolak-balik menuju Kota Yogyakarta dan Sleman. Walau begitu, tetap tidak mengurangi kesan yang kami dapatkan selama kami menginap disana.
Kami tiba pada Jumat malam. Protokol kesehatan langsung dilakukan secara ketat saat menginjakkan kaki di hotel. Setiap pengunjung diwajibkan menunjukkan kartu vaksin atau minimal memiliki aplikasi PeduliLindungi. Bila pengunjung tidak dapat menunjukkan kartu vaksin, setidaknya minimal satu kali, atau tidak memiliki aplikasi PeduliLindungi, maka pengunjung tidak diperbolehkan masuk. Bagaimana bila pengunjung ternyata sudah membooking dan membayar sebelumnya? Pihak hotel akan mengembalikan secara penuh uang tanpa dikenai potongan apapun. Aturan ini juga berlaku di beberapa area wisata di Jawa Tengah.
Apa yang sebenarnya menarik dari kawasan wisata ini? Wisatawan tentu akan mengatakan Candi Borobudur. Wajar saja, karena untuk tujuan itulah wisatawan berkunjung. Tapi setelah berkunjung, yang menarik khususnya bagi wisatawan, bukan hanya pada Candinya itu sendiri. Apa itu?
Hotel tempat kami menginap dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko atau biasa disingkat menjadi TWC. TWC merupakan anak usaha Aviasi Pariwisata Indonesia yang bergerak di bidang manajemen objek pariwisata. Perusahaan ini mengelola tiga taman wisata candi, yakni Candi Borobudur di Magelang, Candi Prambanan di perbatasan antara Klaten dan Sleman, serta Candi Ratu Boko di Sleman. Mulai tanggal 1 Juli 2021, perusahaan ini juga mengelola Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta Timur.
Pengembangan pariwisata, menurut Barreto dan Giantari, adalah suatu usaha untuk mengembangkan atau memajukan objek wisata agar objek wisata tersebut lebih baik dan lebih menarik ditinjau dari segi tempat maupun benda-benda yang ada didalamnya sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya. Nah, pihak manajemen terlihat melaksanakan dengan baik konsep pengembangan wisata di kawasan ini. Mereka tak hanya menjual situs peninggalan sejarah tersebut yang merupakan satu dari tujuh keajaiban dunia, tapi juga ditekankan pengalaman selama berkunjung kesana.
Daya tarik utama kawasan ini sudah tentu Candi Borobudur. Tapi tak hanya candi yang dapat kita lihat. Selama ini, bila ingin melihat matahari terbit atau tenggelam, identik dengan pantai untuk dapat memandangnya. Tapi mungkin belum pernah terbayang melihat sunrise dengan latar belakang candi. Pemandangan sunrise dengan panorama candi Borobudur dapat kita saksikan melalui sebuah bukit. Namanya, Bukit Dagi Abhinaya. Menyaksikan sunrise, dapat dinikmati sambil menyantap sarapan di satu resto yang juga masih dikelola oleh hotel terkait. Restonya juga bernama Dhagi Abhinaya. Sambil sarapan dan menyaksikan sunrise, wisatawan disuguhkan pula story telling mengenai sejarah berdirinya Borobudur.
Bila kita bicara suatu destinasi wisata, tentu saja tak hanya soal wisatanya itu sendiri. Bicara Wisata Candi Borobudur, tak melulu soal candi saja. Ada banyak komponen yang terlibat dalam hal objek pariwisata. Satu yang tak bisa dilepaskan yakni para pedagang dan UMKM. Misalnya saja kuliner, baik rumah makan atau cafe betebaran di sisi kanan dan kiri jalan sebelum memasuki area wisata ini. Saya jadi teringat kawasan Kuta di Bali. Mirip sekali suasananya. Apalagi jalan yang dilalui sudah diaspal bagus. Begitu pula penataan trotoarnya, walau tak sebesar trotoar di Jakarta. Ada pula pasar suvenir yang tak jauh dari hotel. Selain itu, kawasan wisata ini juga memperkenalkan satu program yang bernama Balai Ekonomi Desa.
Balai Ekonomi Desa atau biasa disingkat Balkondes, merupakan satu program bentukan BUMN yang dimanfaatkan sebagai sebuah etalase bagi perekonomian daerah. Balkondes sejatinya memberikan ruang bagi pemerintah desa maupun masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonomi yang ada di desa tersebut. Balkondes ditujukan untuk menggenjot kunjungan wisatawan di Indonesia. Untuk kawasan wisata daerah Borobudur sendiri, sudah ada 20 Balkondes yang dibuat. Semua tempat tersebut sungguh menarik untuk dikunjungi karena memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Misalnya saja, Tanjungsari, Majaksingi, Kembanglimus, dan balkondes lainnya.
Konsep pengelolaan yang baik ini dapat dicontoh oleh tempat wisata di berbagai daerah lainnya di negeri ini. Seorang kawan yang juga ikut ke tempat wisata Candi Borobudur ini bercerita saat ia berkunjung ke satu destinasi wisata sejarah di satu daerah di Jawa. Di tempat wisata tersebut, yang notabene merupakan peninggalan sejarah, tak ada greget sama sekali. Ia malah disuguhkan atraksi dinosaurus yang justeru tak ada hubungannnya dengan wisata itu sendiri.
Mungkin ada baiknya semua pengelola pariwisata di Indonesia berkumpul satu meja dengan difasiitasi oleh Pemerintah Pusat untuk dapat merumuskan dan mengoptimalkan kawasan wisata di daerahnya masing-masing. Kawasan wisata lain dapat mencontoh kawasan wisata yang sudah berjalan dengan baik. Tak lupa tentu saja protokol kesehatan dan aturan yang ketat diperlakukan dalam semua kunjungan wisata tanpa kecuali di seluruh negeri ini.
Pegelolaan wisata yang baik merupakan kunci dari keberhasilan kita menghadapi pandemi ini. Jangan sampai angka kematian akibat covid yang sudah turun menjadi naik kembali akibat dibukanya taman wisata di berbagai tempat. Semoga pariwisata Indonesia dapat terus berkembang dengan baik.