Message of Monday – Senin, 14 Juni 2021 Saat Sportivitas Diatas Segalanya Oleh: Sonny Wibisono *
“Lebih baik belajar dari satu orang yang telah menjalankan sportivitas daripada belajar ke seratus orang yang hanya bisa omong belaka.” -- Knute Rockne, pelatih sepakbola Amerika
Tak perlu menyalahkan sepak bola bila dalam hari-hari belakangan ini banyak karyawan yang datang ke kantor dengan mata bengkak, tubuh kuyu, seperti vampir yang kekurangan darah saat sedang diet. Eh, itu bila beberapa kantor masih menerapkan work from office di tengah pandemi saat ini.
Banyak yang paham, ini akibat perhelatan Piala Eropa 2020 yang tengah digelar di beberapa negara Eropa setelah sempat mundur setahun lebih akibat pandemi covid-19 yang melanda nyaris di seluruh dunia, tak terkecuali benua Eropa.
Disanalah para bintang dunia menunjukkan keahliannya mengolah si kulit bundar di lapangan hijau. Terlalu sayang bila dilewatkan. Penonton tak hanya disuguhi permainan atraktif, pergerakan bola yang keren, tetapi juga ini yang penting, sikap sportivitas dari para aktor di lapangan pertandingan.
Ya, itu dia, sportivitas. Itu pula yang terjadi saat pertandingan antara Denmark kontra Finlandia tersaji di Parken Stadium, Kopenhagen, Denmark pada Sabtu, 12 Juni lalu. Saat laga berlangsung memasuki menit ke 43, pemain tengah Timnas Denmark, Christian Eriksen tetiba jatuh tersungkur tanpa sebab. Wasit yang melihat kejadian tersebut langsung menghentikan pertandingan dan segera memanggil tim medis.
Sebelum tim medis tiba, kapten Timnas Denmark, Simon Kjaer terlihat memberikan pertolongan pertama dengan memberikan CPR (cardio pulmonary resuscitation) atau resutasi jantung. Sang kapten memastikan lidah Eriksen tidak tertelan atau tergigit. Tindakan ini penting karena lidah yang tertelan, akan menutup saluran pernapasan, dan itu dapat menyebabkan kematian.
Nah, berkaca dari insiden kolapsnya Eriksen, ada empat hal yang menjadi pelajaran penting dari peristiwa tersebut.
Pertama, pentingnya pemahaman mengenai pertolongan pertama kepada orang yang terkena masalah jantung. Pertolongan pertama yang dilakukan tak harus seorang dokter, perawat, atau tenaga medis untuk dapat melakukan hal itu. Makin banyak orang paham mengenai pertolongan pertama ini, itu makin baik. Artinya, persentase nyawa yang bisa diselamatkan semakin besar. Andai Simon Kjaer tak melakukan pertolongan pertama sebelum tim medis datang, entah apa ceritanya selanjutnya.
Kedua, para pemain Denmark membuat lingkaran pagar hidup saat tim medis memberikan perawatan kepada Eriksen. Mengapa? Saat orang sedang sekarat dan tim medis menjalankan tugasnya, tidaklah elok momen tersebut menjadi konsumsi publik. Apa yang dilakukan para pemain Denmark, agar para penonton, wartawan dengan kamera telenya, dan tentunya kamera televisi tak dapat mengambil dan merekam kejadian tersebut.
Ketiga, saat pemain Finlandia mencetak gol, yang merupakan satu-satunya gol yang tercipta pada laga itu, tak ada selebrasi perayaan dilakukan oleh pemain Finlandia. Hal ini sebagai respek atas kejadian duka sebelumnya. Sikap pemain Finlandia juga menunjukkan bahwa yang ada dihadapan mereka bukan musuh, you are not my enemy. Tetapi kamu adalah lawan, you are my opponent. Saat berkompetisi, kita berusaha menjadi yang terbaik. Orang bijak bilang, ‘winning is not everything but is about the best you can be.’
Dan terakhir, ini yang paling penting, pertandingan olah raga tak semata-mata soal kalah dan menang. Tapi lebih dari itu, yaitu menjunjung sportivitas setinggi-tingginya. Apa yang dilakukan para pemain Denmark dan Finlandia, pengadil lapangan, tim medis, serta orang-orang yang terlibat dalam laga itu menunjukkan hal tersebut.
Pertandingan itu sendiri sempat terhenti selama 90 menit lamanya akibat insiden jatuhnya Eriksen. Kedua tim akhirnya sepakat meneruskan pertandingan. Untungnya, nyawa Eriksen dapat diselamatkan berkat kesigapan tim medis dan kapten Tim Denmark Simon Kjaer.
Sportivitas pada awalnya memang lebih akrab dalam terminologi olah raga. Pada hakekatnya, sportif adalah sifat kesatria, mau mengakui keunggulan pihak lain, menerima kegagalan dan kekalahan, memahami dan mengerti perbedaan yang muncul, serta menghargai kejujuran dan keadilan. Namun sejatinya, kata ’sportif’ digunakan lebih luas, tak hanya dalam olah raga.
Sikap sportif inilah yang harus dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Tak hanya dalam dunia olah raga. Baik dalam lingkungan rumah, kantor, dunia kerja, atau bahkan dalam dunia politik. Dengan mengembangkan nilai-nilai sportivitas bagi setiap individu, diharapkan yang muncul adalah pribadi-pribadi yang unggul dan tangguh. Pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, keterbukaan, dan kebersamaan dalam kehidupan.
Masalah-masalah bangsa ini sesungguhnya dapat kita atasi secara optimal dan maksimal, bila semua pihak mau bersikap sportif. Mungkinkah? Saya selalu memiliki keyakinan yang kuat dan sikap optimisme terhadap negeri ini. Semoga.
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012