Message of Monday – Senin, 18 April 2022 Suatu Senja di Velodrome Oleh: Sonny Wibisono *
"Wherever you may go, goodbye is fine, if you say hello again." -- John Walter Bratton
Velodrome, satu minggu sore yang cerah di pertengahan bulan April. Sebanyak 100-an pengunjung memadati komplek olahraga di bilangan Rawamangun, Jakarta Timur. Komplek olahraga ini direnovasi saat menyambut Asian Games 2018 lalu. Jadi masih terbilang baru. Tempatnya memang begitu ikonik dan megah. Instagramable, kalau kata anak milenial sekarang. Tak aneh bila banyak orang yang berduyun-duyun datang ke tempat ini. Tak hanya melakukan olahraga, tapi juga sekedar cuci mata. Sebagian besar memang melakukan aktivitas olahraga, seperti jogging dan jalan santai. Tua-muda, balita hingga kakak-nenek tumplek blek di tempat ini.
Tak hanya hari libur saja tempat ini ramai pengunjung. Saat hari biasa pun tempat ini tak pernah sepi pengunjung. Suasana makin ramai dan meriah saat menjelang waktu berbuka puasa di bulan Ramadhan ini. Hari itu, Tsaqira, seorang wanita paruh baya datang ke tempat ini seperti hari-hari sebelumnya, hanya kali ini bersama keluarganya. Yah, hitung-hitung rekreasi sambil berolahraga.
Tapi ada yang aneh dirasakan oleh Tsaqira menjelang waktu berbuka tiba. Ia tak melihat Oma Fayra yang biasanya juga melakukan hal yang sama dengannya, jogging. Panggilannya memang Oma, karena ia sudah memiliki enam cucu. Itu yang diceritakan Oma satu saat ketika berbincang dengan Tsaqira. Nah, Oma tak kelihatan batang hidungnya selama beberapa hari atau bahkan minggu ini. Karena memang Tsaqira rutin jogging di tempat ini. Boleh dibilang hampir tiap minggu ia ke tempat ini.
Ah, kemana gerangan rupanya si Oma, yang selalu menyapanya tiap kali bertemu dengannya. Usut punya usut, ternyata Oma telah berpulang ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Tsaqira benar-benar merasa kehilangan. Ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Wanita tua yang biasanya selalu rajin menyapa itu kini telah tiada.
Sering kali kita merasa kehilangan seseorang yang biasanya hadir di tengah kita, walaupun ia bukanlah bagian dari keluarga, hanya karena ia memiliki kebiasaan baik. Ya, Oma memang ramah, friendly, dan selalu menyapa setiap orang yang ditemuinya, tak peduli tua atau pun muda. Kebiasaan menyapa dari Oma yang kini tak hadir lagi. Tak hanya Tsaqira, ternyata banyak orang yang merasa kehilangan dengan kepergian Oma.
Apa yang dilakukan Oma kepada tiap orang yang ditemuinya saat berolahraga di Velodrome memang sederhana. Menyapa setiap orang. Tapi ternyata yang dilakukan Oma memberikan dampak yang besar. Terutama tentu saja bagi orang-orang yang disapa Oma. Sam Sommers, seorang psikolog menulis soal kekuatan menyapa dalam blog Psychology Today. Ia menulis bila dalam penelitian menunjukkan hal-hal kecil telah membuat perbedaan besar dalam interaksi sosial.
Saya teringat almarhum Pak Mar’ie Muhammad, mantan menteri keuangan yang terkenal jujur dan tegas di masanya. Tak aneh bila ia dijuluki sebagai Mister Clean. Pak Mar’ie, setiap datang ke kantor, tak pernah lupa menyapa para staf dan bawahannya. Tak terkecuali mereka yang berprofesi sebagai ART. “Hallo, bagaimana kabarnya?”, ”Sehat-sehat terus ya,” atau sapaan-sapaan lainnya dari beliau.
Mengapa menyapa seseorang memiliki peranan yang begitu signifikan? Menyapa, termasuk didalamnya mengucapkan salam, pada kenyataannya dapat membangkitkan mood dan energi positif. Kepada siapa? Yang memberi dan menerima sapaan. Karena dengan sapaan, seseorang dapat menjadi bersemangat yang berujung pada produktifitas dalam bekerja.
Menyapa tak hanya pula sekedar kata-kata. Tapi didalamnya juga mengandung doa dan harapan. Ada hal yang mungkin tak disadari oleh sebagian orang bahwa sapaan sesungguhnya mengandung satu pengharapan yang mendalam.
Memang begitulah seharusnya kita sebagai makhluk sosial. Melakukan interaksi dengan sesama. Sapalah semua orang dengan antusias saat Anda bertemu dengan mereka. Baik itu keluarga, kolega, teman, bahkan orang asing sekalipun. Pancarkanlah energi positif untuk semesta dengan menyapa.
Nah, bagaimana bila tak ada respon balik dari orang yang disapa? Tak usah kawatir apalagi sampai baper segala. Setidaknya apa yang Anda lakukan sudah benar dengan menyapa. Anda telah mengeluarkan satu energi positif. Bila orang yang Anda sapa tak merespon, yakinlah energi positif yang telah dikeluarkan Anda akan diserap oleh orang lain. Jadi, tak usah hiraukan bila orang-orang tak menjawab kembali.
Bila Anda diposisi orang yang disapa, balaslah sapaan dengan sebaik mungkin. Sebenarnya, dengan membalas sapaan, itu sudah lebih dari cukup. Bila perlu, buatlah komunikasi menjadi menarik, tak hanya sekedar basa-basi.
Saya teringat kisah Roosevelt, mantan Presiden Amerika Serikat ke-32 yang merupakan satu-satunya Presiden Amerika Serikat yang terpilih empat kali dalam masa jabatan dari tahun 1933 hingga 1945. Dalam satu acara besar, Roosevelt jenuh dengan orang-orang yang hanya selalu membalas sapaannya dengan basa-basi. Roosevelt mulai mengubah gaya dengan menyapa orang lain dengan senyuman sambil mengatakan, “Tadi pagi saya bunuh nenek saya lo!”.
Orang-orang di sekitarnya mengabaikan komentarnya yang ’penting’ ini. Sebagian besar tidak mendengar apa yang dikatakan sang Presiden. Namun seorang diplomat mendengarnya. Walau sedikit terkejut dengan ucapan nyeleneh sang Presiden, begitu mendengarnya, ia segera berbisik kepada sang Presiden, “Saya yakin itu memang takdirnya ya!”
Oma Fayra memang telah tiada. Kita berharap akan hadir Oma Fayra-Oma Fayra lainnya yang juga memancarkan energi positif kepada sesama dengan menyapa. Begitu Anda menyapa seseorang, alam semesta berkonspirasi untuk mewujudkan energi positif. Ya, mestakung. Semesta mendukung.
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012
Photo by cottonbro: https://www.pexels.com/photo/people-jogging-together-5319395/