Message of Monday – Senin, 26 Desember 2022
Tergoda Isu Viral
Oleh: Sonny Wibisono *
“Gosip dibawakan oleh orang iri, disebarkan oleh orang bodoh, dan didengar dengan baik oleh orang idiot.”
-- Anonim
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Apa itu meme? Meme adalah literasi dalam bentuk gambar, video, atau foto seseorang yang disebarkan secara luas melalui internet atau media lainnya. Kasarnya, meme merupakan satu bentuk lelucon yang menyakitkan. Umumnya yang kita jumpai meme berbentuk gambar atau foto. Gambar atau foto-foto pihak yang terlibat lalu dijadikan bahan lelucon disertai dengan keterangan yang menyudutkan. Bahkan bisa dikatakan menghina. Nah, meme ini kemudian dikomentari dan
dishare ke banyak pihak.
Sang kawan bertanya, mengapa tidak tertarik untuk mengomentarinya. Saya katakan bahwa itu bukan sesuatu hal yang harus dikomentari. Terlebih didiskusikan di ranah publik. Membacanya saja risih.
Kita sendiri sesungguhnya tak tahu persoalan apa yang menimpa terhadap orang lain. Tapi yang jelas, aib bukan untuk disebarluaskan. Apalagi dijadikan bahan lelucon. Saya tak tahu bagaimana perasaan pelaku dan keluarga yang menjadi bahan olok-olok tersebut. Pastinya sangat terpukul. Keluarga atau saudara terdekat yang tidak terlibat pun ikut kena getahnya.
Nah, semestinya kita semua bisa berempati. Bagaimana jika hal itu menimpa dirinya atau keluarga sendiri? Pasti menyakitkan. Seandainya kita tidak bisa menghibur mereka yang terkena masalah, minimal kita bisa berempati terhadap kesulitan yang mereka hadapi. Minimal, jangan ikut-ikutan menyebarluaskan posting di media sosial yang tidak perlu. Itu sudah cukup.
Tak ada satupun manusia yang luput dari aib. Bila Anda memiliki aib dan tidak ada seorang pun yang tahu, bersyukurlah. Artinya, aib itu disembunyikan oleh Tuhan. Karena Tuhan masih sayang dengan Anda.
By the way, teknologi dimanapun memiliki dua sisi mata uang. Positif dan negatif. Begitu pula media sosial. Ia akan bernilai positif bila pemakainya bijak menggunakan. Begitu pula sebaliknya.
Bila karena postingan Anda kemudian orang tergerak atau melakukan sesuatu, apapun itu, maka bila bersifat positif, itu bisa menjadi amal jariah. Bila efeknya menggelinding terus, sebagian berpendapat, hal itu dapat dikatakan sebagai amal jariah berjamaah. Misalnya saja membagikan postingan bantuan bencana. Lalu orang lain ikut pula menyebarluaskan postingan tersebut. Begitu seterusnya.
Sebaliknya, bila itu bernilai negatif, maka Anda juga ikut menanggung dosa jariah. Misalnya, ya itu tadi, menyebarkan aib orang. Sehingga orang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Jika karena postingan Anda, lalu orang lain ikut-ikutan menyebarluaskan juga, maka bisa menjadi dosa jariah.
Semakin besar efeknya, semakin besar pula nilainya, baik amal jariah atau dosa jariah. Apa itu amal jariah dan dosa jariah? Sebagian besar mungkin sudah tahu. Tak ada salahnya lagi untuk diingatkan. Amal jariah adalah amal yang terus mengalir kepada pelakunya meskipun ia telah meninggal dunia. Kalau dosa jariah? Dosa yang terus mengalir kepada pelakunya meskipun ia telah meninggal dunia.
Menanggung dosa jariah saja sudah berat. Apalagi bila diembel-embeli dengan berjamaah.
So, kawan, ingatlah selalu: keburukan orang lain cukup sampai di telingamu saja. Jangan sampai keluar dari lisanmu. Terlebih ditulis di media sosial.
Sebagai hamba yang lemah dihadapanNya, tulisan ini setidaknya
reminder untuk diri sendiri. Syukur-syukur dapat mengingatkan orang lain. Semoga kita semua terjaga dari hal-hal yang mampu menjerumuskan ke dalam dosa jariah.
Bila kita mampu menutup aib seseorang, kelak suatu saat nanti Tuhan akan menutup aib diri kita sendiri bahkan keluarganya. Setuju kawan?
* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012
Photo by
Kristina Flour on
Unsplash